Umar Patek Ingin Bantu Bebaskan Sandera Abu Sayyaf

Ruben Setiawan Suara.Com
Selasa, 26 April 2016 | 05:06 WIB
Umar Patek Ingin Bantu Bebaskan Sandera Abu Sayyaf
Umar Patek. (Youtube)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Dua terpidana pelaku bom Bali I Ali Imron dan Umar Patek menjadi "bintang" dalam Seminar yang digelar Resimen Mahasiswa (Menwa) Mahasurya Jawa Timur di Kota Malang, Senin.

Kedua terpidana yang menghuni Lapas berbeda itu hadir sebagai pembicara dalam seminar yang bertajuk "Generasi Penerus Bangsa Bersinergi Mendukung Program Pemerintah: Dalam Rangka Kontraradikal dan Deradikalisasi demi Mencegah Instabilitas serta Menjaga Keutuhan NKRI".

Ali Imron datang ke Malang dari penjara di Jakarta Minggu (24/4) malam. Pada saat yang hampir bersamaan satu narasumber lain yang juga bekas terpidana teroris dan mantan Komando Pusat Hujad Maluku, Jumu Tuani. Sementara Umar Patek baru sampai di lokasi seminar pagi harinya (Senin, 25/4) dari Lapas Klas I Surabaya di Porong, Sidoarjo.

Dalam seminar itu, Ali Imron dan Umar Patek banyak menyampaikan hal yang berkaitan dengan terorisme, termasuk banyaknya jenis terorisme saat ini. Mereka juga menyampaikan cara-cara mencegah radikalisme masuk dalam keluarga.

Ali Imron yang menjadi pengikut Jamaah Islamiah (JI) itu mengatakan keberadaan JI saat ini tak ada sangkut pautnya dengan aksi terorisme. "Mayoritas mereka tidak sepakat dengan pengeboman dan sejenisnya," kata Ali Imron.

Ia mengaku sempat mengimbau kepada para pengikut JI agar melakukan kebaikan-kebaikan lain di luar aksi radikalisme dan tidak termakan provokasi sehingga merasa perlu berangkat ke Suriah dan Irak untuk berjihad. "Di sana rakyatnya cuma 60 juta orang, baik muslim maupun nonmuslim. Kenapa kita repot ke sana, di sini (Indonesia) 200 juta muslimnya saja, si sini mereka yang berhak kita urusi, jangan termakan slogan dan apapun yang ada di internet," ujarnya.

Selain itu, alasan imbauan itu juga karena di Suriah dan Irak banyak sumber fitnah. Misalnya, saat dua orang Indonesia berangkat ke sana, mereka bisa berada di dua kubu yang berbeda, yakni ISIS dan Oposisi Suriah. "Niatnya berjuang bersama tapi justru perang. Ini fitnah yang harus dihindari. Banyak kebaikan lain yang bisa dilakukan di Indonesia, tambahnya.

Untuk masyarakat muslim di Tanah Air, Ali Imron mengimbau agar mereka tak keluar dari naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). "Saya juga berharap para pejabat agar menunjukkan akhlak yang baik, sebab jika pejabat muslim nunjukkan perbuatan korupsi atau kezaliman, hal itu bisa menjadi alasan kaum ekstem untuk melakukan aksi." tegasnya.

Semenatra itu Hisyam bin Ali Zein alias Umar Patek alias Ale, terpidana bom Bali I, menawarkan bantuan pada Pemerintah Indonesia untuk membebaskan warga Indonesia yang disandera kelompok Abu Sayyaf di Filipina.

Ia mengaku sangat terusik dengan kabar penyanderaan awak Kapal Brahma 12, dan sanggup melakukan bantuan itu, karena dia kenal dekat dengan Abu Sayyaf. "Aku sangat mengenal Abu Sayyaf dan kelompoknya, sehingga aku rasa sangat mampu membantu," katanya.

Penawaran bantuan itu, kata Umar Patek, jangan dikaitkan dengan banyak syarat, seperti remisi atau pengurangan separo masa tahanan. "Ini semua karena rasa kemanusiaan dan tidak ada syarat apapun," ucapnya.

Meski dihadiri oleh terpidana bom Bali I yang saat ini masih berada dalam penjara, pengamanan di lokasi seminar tidak terlihat ketat. "Saya tidak tahu ada berapa personel yang mengawal mereka. Saya tidak diberi tahu dan tidak bertanya soal itu. Yang pasti, pengawalan terhadap Umar Patek dan Ali Imron sendiri-sendiri atau berbeda," kata Komandan Menwa Mahasurya Jatimu A El Zam Zami.

Yang terpenting baginya acara berjalan dengan lancar, meski sebelumnya juga sempat khawatir acara akan batal atau terganggu karena narasumber yang direncanakan hadir adalah narapidana yang tergolong susah ditemui.

El Zam Zami mengakui untuk mengundang dua terpidana teroris itu datang ke sebuah kegiatan tentu tak mudah. Tapi, tanpa disangka, hal itu bisa diurus dalam tempo antara tiga sampai empat pekan. "Kami koordinasi dengan Brimob. Mereka bilang ke kami bisa bantu (berhubungan dengan) Jakarta. Untuk mengeluarkan mereka juga tidak gampang," tambah dia.

Ia mengaku jika panitia juga sudah memperhitungkan akibat-akibat lain dari hadirnya dua narasumber tersebut, misalnya penyerangan dari kelompok radikal yang menyebut Ali Imron dan Umar penghianat. Maklum, dua terpidana itu termasuk bekas teroris yang ikut dalam program deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI