Sunny Diperiksa KPK Lagi, Dia Ngaku Dapat Pesan Khusus dari Ahok

Senin, 25 April 2016 | 19:11 WIB
Sunny Diperiksa KPK Lagi, Dia Ngaku Dapat Pesan Khusus dari Ahok
Staf Khusus Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, Sunny Tanuwidjaja, menjalani pemeriksaan di Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, Rabu (13/4). [suara.com/Oke Atmaja]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
Staf khusus Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Sunny Tanuwidjaja, kembali diperiksa penyidik KPK, Senin (25/4/2016). Ini merupakan pemeriksaan untuk yang kedua kalinya terkait kasus pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.

Usai diperiksa KPK, Sunny mengaku mendapat pesan dari Ahok. Apa pesannya?

"Beliau sampaikan kepada saya, setiap diperiksa sampaikan apa adanya," kata Sunny di gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan.
 
Sunny mengatakan tadi dia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Mohamad Sanusi.

"Tetap masih soal pembahasan raperda," katanya.

Sunny mengaku tidak mengetahui adanya pertemuan antara sejumpa pimpinan DPRD DKI Jakarta dan bos perusahaan properti, PT. Agung Sedayu Group.
"Nggak tahu (tentang pertemuan itu)," kata Sunny.

Sunny merupakan mahasiswa doktoral di Department of Political Science, Northern Illinois University. Sunny magang di Balai Kota untuk mengkaji cara kerja Ahok selama memimpin Jakarta dan mempelajari gaya politik Ahok. Sunny juga pernah tercatat sebagai peneliti di lembaga Centre for Strategic and International Studies Jakarta. Meski staf magang, dia dipercaya Ahok untuk mengatur jadwal pertemuan dengan pengembang. Namanya melesat setelah KPK mencegahnya ke luar negeri. Ia disebut pengacara bekas Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta M. Sanusi, Krisna Murti, sebagai perantara pesan antara pemerintah daerah, DPRD, dan pengusaha seputar pembahasan rancangan perda reklamasi.
Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan KPK terhadap Sanusi pada Kamis (31/3/3016) malam. Ketika itu, dia masih menjabat Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra. Dia diduga menerima suap senilai Rp2 miliar dari Personal Assistant PT. Agung Podomoro Land (Tbk) Trinanda Prihantoro. Uang tersebut diduga titipan dari Presiden Direktur PT. Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja.

Sehari setelah itu, Jumat (1/4/2016), Ariesman Widjaja menyerahkan diri ke KPK.

Ketiga orang ini telah ditetapkan menjadi tersangka dan KPK terus mendalaminya.

Kasus dugaan penyuapan ini disinyalir untuk mempengaruhi proses pembahasan raperda tentang reklamasi. Ada tiga kewenangan pengembang yang diatur dalam rancangan. Yakni, keharusan menyerahkan fasilitas umum dan sosial, seperti jalan dan ruang terbuka hijau, kontribusi lima persen lahan, serta kontribusi tambahan sebesar 15 persen untuk menanggulangi dampak reklamasi.

Pengembang diduga keberatan dengan kontribusi tambahan 15 persen yang diatur di Pasal 110 Raperda Tata Ruang. Mereka pun melobi DPRD agar nilainya turun jadi lima persen.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI