Delapan, anggaran Pilkada dibebankan kepada APBN. Untuk pelaksanaan Pilkada 2018 dan seterusnya, APBN membiayai Pilkada Serentak.
Sembilan, fasilitas KPU dalam hal alat peraga perlu diefektifkan, sehingga tidak ada alat peraga yang sudah dibiayai oleh negara menjadi terbuang percuma. Selain itu, perlu diperbanyak debat publik pasangan calon hingga level terrendah.
Sepuluh, partai politik yang sedang bersengketa dilarang mengikuti pencalonan Pilkada hingga mempunyai keputusan hukum tetap. Tidak ada lagi pendaftaran pasangan calon dari dua kepengurusan berbeda. Hal ini menjadi penting untuk dipastikan.
Atas 10 poin di atas, Koalisi Pilkada Berintegritas meminta DPR maupun pemerintah melakuka beberapa hal.
Satu, DPR dan Pemerintah melibatkan masyarakat dalam pembahasan revisi UU Pilkada kali ini, dengan melakukan pembahasan secara terbuka serta turut mempertimbangkan usulan dan evaluasi yang disampikan masyarakat.
Dua, DPR dan Pemerintah tidak berlarut-larut dalam membahas syarat pencalonan, tetapi segera membahas isu krusial lainnya, termasuk 10 isu yang disampikan di atas.
Tiga, DPR dan Pemerintah tidak boleh terjebak kepada kepentingan politik semata, tetapi mesti bertindak jauh ke depan, bagaimana revisi UU Pilkada bisa menghasilkan proses yang baik.
Untuk diketahui, Koalisi Pilkada Berintegritas ini terdiri dari JPPR, Perludem, ICW, Kode Inisiatif, TI Indonesia, PSHK, Rumah Kebangsaan, KRHN, IBC, IPC, dan beberapa organisasi masyarkaat sipil lainnya.