10 Poin Krusial Ini Patut Dibahas dalam Revisi UU Pilkada

Minggu, 24 April 2016 | 15:08 WIB
10 Poin Krusial Ini Patut Dibahas dalam Revisi UU Pilkada
Pengesahan revisi UU Pilkada. (Suara.com)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Koalisi Pilkada Berintegritas menilai, pelaksanaan revisi UU yang sudah berjalan sekitar satu minggu ini prosesnya dilakukan secara tertutup. Meskipun begitu, ada beberapa hal penting yang harus dibahas.

"Koalisi setidaknya mencatat, terdapat 10 persoalan krusial yang penting untuk dibahas dan diperbaiki pada revusi UU Pilkada kali ini," jelas Peneliti Divisi Korupsi Politik Indonesian Corruption Watch (ICW), Almas Sjafrina saat jumpa pers di Jakarta, Minggu (24/4/2016).

Berikut ke-10 poin yang dianggap penting tersebut, meliputi

Satu, ambang batas pencalonan perlu untuk diturunkan. Hal ini bertujuan untuk menciptakan keadilan antar partai politik dan calon perseorangan.

Dua, seluruh pejabat publik yaitu Kepala Daerah, DPR, DPRD, DPD, TNI, Polri, PNS, BUMN dan BUMD mundur ketika ditetapkan sebagai pasangan calon. Tujuanya, untuk menghindari penggunaan fasilitas, kebijakan dan garis komando untuk dimanfaatkan.

Tiga, pasangan calon kepala daerah mesti berstatus bebas murni. Tidak diperkenankan kepada seseorang yang sedang menjalani masa bebas bersyarat mengikuti proses pencalonan dalam Pilkada. Persoalan ini sempat terjadi pada Pilkada 2015 yang lalu, dimana terdapat calon yang bebas bersyarat dinyatakan memenuhi syarat sebagai calon.

Empat, terdapat sanksi administrasi terhadap calon dan partai politik yang terbukti memberi atau menerima imbalan mahar politik saat proses pencalonan. Sanksi itu berupa pembatalan sebagai pasangan calon.

Lima, dimasukkannya klausul larangan dan sanksi bagi pelaku politik uang. Setiap orang yang terbukti menjajikan, memberi dan menerima uang atau barang dalam rangka mempengaruhi pilihan, maka mendapat sanksi administratif berupa pembatalan calon dan diproses secara pidana.

Enam, desain penegak hukum Pilkada harus beriringan dengan tahapan dan terdapat kepastian waktu putusan. Sengketa pencalonan dipermudah dan efesien, misalnya upaya hukum utama ke PTUN dan bisa kasasi ke MA atau upaya hukum ke Bawaslu dan keberatan ke MA.

Tujuh, perlu didesain kembali bagaimana pola penanganan pelanggaran pidana dan administrasi.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI