Suara.com - Setahun pascgempa dahsyat 7,8 SR di Nepal masih menyisakan kesedihan. Namun gempa yang merebut nyawa ribuan manusia itu tidak menghilangkan rasa takut untuk kembali memanjat Gunung Everest.
Padahal saat gempa, 25 April 2015, banyak pendaki yang menjadi korban. Gempa terasa sampai puncak tertinggi di dunia itu.
Fotografer Australia Athena Zelandonii salah satu yang kangen dengan Everest. Baginya tidak ada alasan untuk tidak kembali mendaki. Dia ke sana untuk menghadiri doa bersama memperingati setahun gempa dahsyat, di desa Langtang. Di sana 285 orang tewas karena desa terkubur longsor.
"Tidak ada pertanyaan tentang tidak datang kembali," Zelandonii kepada Reuters di ibukota Kathmandu.
Zelandonii menjadi saksi hidup kedahsyatan gempa sampai puncak gunung. Dia bertahan dari longsoran saju dari lereng Langtang. Dia mengenang temannya, Dawn Habash, seorang instruktur yoga dari Augusta, Maine.
Orang lain yang mengenang gempa itu adalah Khaled dan anaknya, Yasmine. Dia masih kehilangan ibunya.
Dari 181 orang asing yang meninggal atau masih hilang, 63 berada di Langtang.
Pascagempa, pendakian ke Everest memang dikuangi. Pendaki hanya bisa naik sampai ketinggian 8.850 meter. Salah satu pendaki, Adrian Ballinger pun bercerita harus lewat jalur Tibet untuk mendaki. Menurutnya itu kurang menantang.
"Ini adalah tempat yang indah, tetapi tempat menakutkan," kata dia.
Dua orang lainnya yang kembali nostalgia dengan Everest adalah Shaheed dan Anjali Kulkarni. Setahun lalu dia menyaksikan longsoran salju di sana. (Reuters)