Kerajaan Saudi Permalukan Obama di Riyadh

Liberty Jemadu Suara.Com
Sabtu, 23 April 2016 | 19:51 WIB
Kerajaan Saudi Permalukan Obama di Riyadh
Presiden AS, Barack Obama tiba di Riyadh, Arab Saudi pada Rabu (20/4). Ia tak disambut Raja Salman ketika itu (Reuters/Kevin Lamarque].
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Kesepakatan yang kemudian berujung pada dilucutinya beberapa sanksi terhadap Iran, membuat Saudi khawatir Iran akan semakin leluasa menancapkan cakar pengaruhnya di kawasan Timur Tengah.

Sementara itu Kongres AS baru-baru ini , seperti diulas Foreign Policy, mengajukan sebuah rancangan peraturan yang berisi syarat-syarat yang harus dipatuhi pemerintahan Obama jika ingin memberikan bantuan militer pada Saudi. Dalam rancangan itu Saudi diwajibkan menekan jumlah korban jiwa dalam intervensinya di Yaman, jika ingin menerima bantuan senjata dari AS.

Tak hanya itu, pekan lalu The New York Times melaporkan bahwa Saudi mengancam akan menjual asetnya yang bernilai Rp9.900 triliun di AS jika sebuah rancangan undang-undang - yang akan memberi celah bagi korban serangan 11/9/2001 menuntut pemerintah Saudi di pengadilan - disahkan menjadi undang-undang.

Sebagai informasi, 15 dari 19 pelaku pembajak pesawat yang digunakan dalam serangan bersejarah itu adalah warga Saudi.

Gedung Putih sendiri sudah menyatakan menolak RUU yang diajukan oleh baik Partai Republik dan Demokrat itu, dan mengisyaratkan akan mengajukan veto jika kongres meloloskannya.

Menurut The Economist, posisi AS di bawah Obama saat ini memang berbeda dari para pemimpin sebelumnya. Jika di masa presiden-presiden sebelumnya, AS sangat bergantung pada minyak Saudi, maka tak lagi demikian saat ini. AS saat ini tak lagi terlalu bergantung pada minyak dari Timur Tengah karena besarnya cadangan shale oil di dalam negeri.

Lagi pula kawasan Timur Tengah masih bergantung pada pasokan senjata dari AS, termasuk Saudi yang berencana membeli sistem pertahanan balistik baru dari AS.

Tak Ada Titik Temu

Tak heran jika dalam sebuah wawancara yang diterbitkan The Atlantic baru-baru ini, Obama mengatakan bahwa Saudi - yang disebutnya "penumpang gelap" kebijakan luar negeri AS - harus belajar hidup berdampingan dengan rivalnya, Iran.

"Persaingan antara Saudi dan Iran - yang telah mengobarkan perang proxy dan kaos di Suriah, Irak, dan Yaman - mewajibkan kita untuk mengatakan kepada sahabat-sahabat kita, juga kepada Iran, bahwa mereka harus menemukan sebuah cara efektif untuk hidup berdampingan di kawasan itu," kata Obama.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI