Terkait Kasus Damayanti, KPK Periksa Menteri PUPR

Kamis, 21 April 2016 | 11:31 WIB
Terkait Kasus Damayanti, KPK Periksa Menteri PUPR
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono. (Antara/Andika Wahyu)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi terus mengusut kasus dugaan suap proyek infrastruktur jalan di Maluku yang menjerat Damayanti Wisnu Putranti dan Budi Supriyanto. Pada kesempatan kali ini, KPK memanggil Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono untuk diperiksa menajadi saksi untuk tersangka Damayanti.
 
"Diperiksa sebagai saksi untuk DWP," kata Pelaksana Harian Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati  Iskak saat dikonfirmasi, Kamis (21/4/2016).
 
Sebelumnya sejumlah anggota dewan dari Komisi V DPR RI turut diperiksa KPK untuk mendalami kasus tersebut. Mereka adalah  Ketua Komisi V DPR Fary Djemi Francis dan Wakil Ketua Komisi V DPR Michael Wattimena, dan Wakil Ketua Komisi V DPR RI Yudi Widiana.
 
Sebelumnya dalam sidang, Damayanti Wisnu Putranti akui terima fee dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama (WTU), Abdul Khoir, terkait proyek pembangunan jalan Tehoru-Laimu senilai Rp 41 miliar di Maluku Utara. Penerima fee dari rekanan tersebut, disebut Damayanti, telah menjadi sistem di Komisi V DPR.
 
"Pak Amran menginstruksikan Abdul untuk membayarkan fee yang sudah ada judul dan kode kepemilikan masing-masing. Fee untuk pembangunan jalan di Tehoru-Laimu," kata Damayanti saat menjadi saksi untuk terdakwa Abdul Khoir di Pengadilan Tipikor, Jl Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Senin (11/4/2016).
 
Amran Hi Mustary adalah Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Wilayah IX meliputi Maluku dan Maluku Utara. Damayanti mengaku tak tahu mengenai pengaturan besaran fee tersebut, hanya saja ia menyebut pemberian fee kepada anggota dari rekanan telah menjadi sistem di Komisi V. 
 
"Saya kurang tahu (soal pengaturan besaran fee). Itu sudah sistem, ketika saya masuk di komisi V,"kata Damayanti.
 
"Fee itu memang menjadi hak pemegang aspirasi?" tanya majelis hakim.
 
"Iya, sesuai sistem yang sudah ada di Komisi V. Mengalir saja," jawab Damayanti.
 
"Kalau terima sistem begitu kan ditangkap KPK saudara," kata majelis hakim.
 
Damayanti menjelaskan, total fee yang ia terima dari Abdul adalah 328 ribu dollar Singapura. Di mana 80 ribu dollar singapura dari uang tersebut diserahkan ke Julia Prasetyarini alias Uwi dan Dessy A. Edwin selaku perantara. Keduanya kini telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Jika ditotal dengan yang diterima Uwi dan Dessy maka total pemberian fee dari Abdul adalah 8 persen dari nilai proyek.
 
Abdul Khoir didakwa jaksa KPK melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) kesatu  juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP.
 
Ia diduga melakukan suap bersama-sama dengan Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa, So Kok Seng alias Aseng, dan Direktur PT Sharleen Raya (JECO Group) Hong Arta John Alfred. Suap sebesar Rp21,28 miliar, 1.674.039 Dolar Siangpuara atau sekitar Rp15.066.351.000 dan 72.727 Dolar Amerika atau sekitar Rp959.996.400. Suap diduga diterima tak hanya oleh Damayanti.  

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI