Suara.com - Ketua DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan Prasetio Edi Marsudi mengakui pernah bertemu bos perusahaan properti, PT. Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alias Aguan. Prasetio pun blak-blakan mengenai hubungannya dengan Aguan. Aguan sekarang dijadikan KPK sebagai saksi dalam kasus tersangka mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra M. Sanusi atas dugaan suap pembahasan raperda reklamasi dan zonasi.
"Jadi gini, waktu itu saya lupa kapan. Jadi tuh kan saya sama Pak Aguan pernah jadi anak buahnya. Pernah kerja di salah satu perusahaannya. Saya ini kan istilahnya bisa sampai kayak gini (ketua DPRD DKI) kan salah satunya kan dukungan dari dia (Aguan)," kata Prasetio, Rabu (20/4/2016).
Pernyataan Prasetio menyusul adanya kasus dugaan suap dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. Kasus ini kemudian menjerat mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra M. Sanusi, Presiden Direktur PT. Agung Podomoro Land (Tbk) Ariesman Widjaja, dan assistant personal Podomoro Trinanda Prihantoro menjadi tersangka.
Di tengah penanganan kasus tersebut, terungkap adanya pertemuan sejumlah pimpinan DPRD DKI Jakarta dengan Aguan, meski belum diketahui apakah hal ini terkait langsung dengan kasus yang telah menjerat Sanusi atau tidak. Tetapi dalam pertemuan hari itu di Pantai Indah Kapuk, Sanusi hadir.
Sejak menjabat ketua DPRD, Prasetio mengaku lama tak bersilaturahmi dengan Aguan. Sampai akhirnya dia menyambangi kediaman Aguan yang berada di kawasan Pantai Indah Kapuk.
Ketika itu, Prasetio mengajak Wakil Ketua DPRD dari Fraksi Gerindra Mohamad Taufik, Ketua Fraksi Partai Hanura DPRD DKI Mohamad Sangaji, dan Ketua Fraksi PKS DPRD DKI Selamat Nurdin.
Prasetio mengatakan Taufik kemudian mengajak adiknya, Sanusi, ikut.
"Secara pribadi saya datang ke sanalah. Aku nggak ada pikiran apa-apa. Aku ngajak yang lain ya, biar aku kenalin sama bos, kita silahturahim sajalah, saya ajak Ongen dan Selamat Nurdin ketemu sama Pak Taufik. Kan mereka nggak kenal sebelumnya. Di rumahnya (Aguan) hari Minggu," kata Prasetio.
Prasetio membantah isu yang menyebutkan pertemuan tersebut untuk membicarakan Rancangan Peraturan Daerah tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta yang saat itu tengah dibahas Badan Legislasi DPRD DKI Jakarta.
"Nggak tahu kalau Sanusi dan yang lain (bicara apa). Nah pas di situ nggak berapa lama kan saya perokok, saya keluar (buat ngerokok). Pak Aguan masuk lagi karena ada tamu, terus saya pulang," ujar dia.
"Ngomong biasa saja becanda saja. Nggak ada yang spesifik soal Raperda. Cuma saya kenalin saja (Taufik, Ongen dan Selamat). Ini kan simpang siur. Seolah olah ada pembicaraan soal raperda," Sekretaris DPD PDIP DKI Jakarta menambahkan.
Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan KPK terhadap Sanusi pada Kamis (31/3/3016) malam. Ketika itu, dia masih menjabat Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra. Dia diduga menerima suap senilai Rp2 miliar dari Trinanda. Uang tersebut diduga titipan dari Ariesman Widjaja.
Sehari setelah itu, Jumat (1/4/2016), Ariesman Widjaja menyerahkan diri ke KPK.
Ketiga orang ini telah ditetapkan menjadi tersangka dan KPK terus mendalaminya.
Kasus dugaan penyuapan ini disinyalir untuk mempengaruhi proses pembahasan raperda tentang reklamasi. Ada tiga kewenangan pengembang yang diatur dalam rancangan. Yakni, keharusan menyerahkan fasilitas umum dan sosial, seperti jalan dan ruang terbuka hijau, kontribusi lima persen lahan, serta kontribusi tambahan sebesar 15 persen untuk menanggulangi dampak reklamasi.
Pengembang diduga keberatan dengan kontribusi tambahan 15 persen yang diatur di Pasal 110 Raperda Tata Ruang. Mereka pun melobi DPRD agar nilainya turun jadi lima persen.
Sudah belasan orang yang sekarang diperiksa KPK untuk membuat rekonstruksi kasus.
Sementara itu, setelah kasus suap terungkap, proyek reklamasi Teluk Jakarta dihentikan untuk sementara atau moratorium oleh pemerintah pusat sampai semua aturan hukum dipenuhi.