Indonesia Corruption Watch meyakini ada pihak lain, selain mantan Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohammad Sanusi yang terlibat dalam kasus suap pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang reklamasi Pantai Utara Jakarta.
"Iya kita (ICW) meyakini Sanusi nggak bermain sendiri, tapi ada keterlibatan lainnya," ujar peneliti ICW Donal Fariz kepada Suara.com di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta, Rabu (20/1/2016).
Donal menilai, pada kasus suap pembahasan reklamasi tidak mungkin hanya Sanusi yang terlibat.
"Iya karena konteks pembahasan Raperda mustahil hanya akan melibatkan satu orang lain. Pasti ada simpul aktor. Sanusi ini hanya satu simpul, "ucapnya.
Sebelumnya Sanusi menyebut tidak ada pihak yang terlibat selain dirinya, dalam kasus suap pembahasan Raperda Rencana Zonasi dan Wilayah Pesisir Pantai Utara.
"Saya pikir Itu cara Sanusi mencoba melokalisir kasus ini sehingga pihak lain tidak terbongkar,"kata Donal.
Lebih lanjut , dirinya meminta Sanusi untuk membantu KPK untuk membongkar dan menyampaikan keterlibatan baik anggota DPRD, pengusaha dan lainnya.
Hal ini kata Donal, bisa meringankan Sanusi dari jerat hukuman.
"Keterlibatan anggota DPRD lainnya, pengusaha, kalau ada eksekutif yang terlibat harus dibongkar, karena disitulah dia (Sanusi) akan dapat keringanan, baik dari sisi hukuman atau hal lain nya. Kalau ada yang ditutup-tutupi dia akan dirugikan diri sendiri dari proses yang sedang dia jalani, "ungkapnya.
Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan KPK terhadap Sanusi pada Kamis (31/3/3016) malam. Ketika itu, dia masih menjabat Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra. Dia diduga menerima suap senilai Rp2 miliar dari Personal Assistant PT. Agung Podomoro Land (Tbk) Trinanda Prihantoro. Uang tersebut diduga titipan dari Presiden Direktur PT. Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja.
Sehari setelah itu, Jumat (1/4/2016), Ariesman Widjaja menyerahkan diri ke KPK.Ketiga orang ini telah ditetapkan menjadi tersangka dan KPK terus mendalaminya.
Sejauh ini, KPK juga telah mencekal ke luar negeri beberapa pihak, di antaranya, Bos PT Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alias Aguan, dan Staf Khusus Gubernur Basuki Tjahaka Purnama (Ahok) Sunny Tanuwidjaja.
Kasus dugaan penyuapan ini disinyalir untuk mempengaruhi proses pembahasan raperda tentang reklamasi. Ada tiga kewenangan pengembang yang diatur dalam rancangan. Yakni, keharusan menyerahkan fasilitas umum dan sosial, seperti jalan dan ruang terbuka hijau, kontribusi lima persen lahan, serta kontribusi tambahan sebesar 15 persen untuk menanggulangi dampak reklamasi.
Pengembang diduga keberatan dengan kontribusi tambahan 15 persen yang diatur di Pasal 110 Raperda Tata Ruang. Mereka pun melobi DPRD agar nilainya turun jadi lima persen.
Setelah aroma suap tercium, DPRD DKI Jakarta langsung menghentikan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tersebut.