Perpaduan Bus Transjakarta dengan KRL Belum Tuntas

Adhitya Himawan Suara.Com
Rabu, 20 April 2016 | 11:19 WIB
Perpaduan Bus Transjakarta dengan KRL Belum Tuntas
KRL Commuter Line melintas di kawasan Stasiun Manggarai, Jakarta, Rabu (6/4). [suara.com/Oke Atmaja]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Keterpaduan atau integrasi moda Transjakarta dengan kereta "commuter line" Jabodetabek belum tuntas karena baru menghubungkan empat stasiun yaitu Tebet, Cawang, Palmerah, dan Pesing.

"PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) mengapresiasi langkah PT Transportasi Jakarta (Transjakarta)," kata Direktur Utama PT KCJ MN Fadhila dalam keterangan tertulis yang diterima di Gorontalo, Rabu (20/4/2016).

Fadhila mengatakan stasiun yang juga telah siap untuk berintegrasi dengan Transjakarta, antara lain adalah Manggarai dan Duren Kalibata.

Dia menuturkan Stasiun Duren Kalibata setiap hari melayani rata-rata 17.077 penumpang, sementara Stasiun Manggarai melayani 16.219 penumpang.

"Dengan jumlah penumpang di Kedua stasiun tersebut yang cukup banyak, maka integrasi dengan moda angkutan lain terutama Transjakarta akan memberi manfaat bagi pengguna maupun bagi Transjakarta sendiri," katanya.

Kepala Komunikasi Perusahaan KCJ Eva Chairunisa mengusulkan kepada Transjakarta untuk memudahkan akses calon penumpangnya dari stasiun ke Bus Transjakarta maupun "feedernya" (pengumpan).

"Akses penumpang dapat dipermudah dengan membuat 'shelter' (halte) permanen di dekat area stasiun. Selanjutnya perlu juga membuat jalan khusus dari stasiun ke shelter dan sebaliknya," katanya.

Menurut Eva, PT KCJ sebagai operator KRL Jabodetabek yang merupakan "backbone" (tulang punggung) transportasi komuter, terbuka dan senantiasa siap berkolaborasi untuk mewujudkan layanan transportasi terbaik bagi masyarakat Jabodetabek.

Pengamat Transportasi Universitas Katholik Soegijapranata Semarang Djoko Setijowarno menilai integrasi moda antara bus Transjakarya dgn KRL Jabodetabek mulai diwujudkan di Kota Jakarta.

Namun, lanjut dia, belum dilakukan di wilayah Bogor, Tangerang, Depok dan Bekasi.

"Jika dilakukan juga, sangat membantu warga yang menggunakan transportasi umum," katanya.

Djoko menjelaskan terdapat tiga integrasi, yaitu integrasi fisik, integrasi pelayanan dan operasional, integrasi pembayaran.

Lebih lanjut, dia menuturkan Integrasi fisik berupa prasarana, perpindahan moda (termasuk sistem informasi) yang memungkinkan penumpang berpindah intra dan/atau moda transportasi lainnya secara mudah.

Sementara itu, dia menambahkan, pelayanan dan operasional, berupa kesesuaian jadwal kedatangan dan keberangkatan angkutan umum yang terinformasi dengan baik, serta memungkinkan berkurangnya waktu tunggu tunggu penumpang pd saat berpindah intra dan/atau antar moda transportasi.

Adapun, Integrasi pembayaran, yaitu pembayaran dengan menggunakan "smartcard" yang memungkinkan suatu jaringan pelayanan yang efektif dan efisien.

"Selanjutnya harus dimulai integrasi pembayaran, cukup satu kartu pembayaran bisa untuk semua moda transportasi umum," katanya.

Djoko mencontohkan dii Paris dan sekitarnya, cukup 108 Euro (Rp 1.620.000) per bulan gunakan transportasi umum, sementara itu penghasilan terendah 1.600 Euro setara Rp24 juta.

"Jadi cukup tiga persen dari penghasilan bulanan untuk mobilitas bertransportasi. Di Jabodetabek masih kisaran 30 persen, msh tinggi, idealnya tidak lebih dari 10 persen," katanya. (Antara)

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI