Suara.com - Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho khawatir diendapkannya penanganan dugaan permufakatan jahat Setya Novanto oleh Kejaksaan Agung berbau politis.
"Muncul kekhawatiran (pengendapan) itu adanya deal-deal politik dimana jaksa agung nya eks-orang parpol dan Setya Novanto orang parpol juga," katanya di Jakarta, Rabu (20/4/20160.
Seperti diketahui, penanganan penyelidikan rekaman "Papa Minta Saham" oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) mangkrak padahal Kejagung sudah "koar-koar" sejak Desember 2015 adanya unsur dugaan korupsi.
Kejagung saat itu begitu bernafsu padahal kasusnya masih dalam tahap penyelidikan alias pengumpulan bukti bahkan berani menyatakan adanya permufakatan jahat antara Setya Novanto, pengusaha Riza Chalid dan Ma'roef Syamsuddin saat itu mejabat sebagai Presiden Direktur PT Freeport Indonesia.
Kejagung mencoba curi-curi start padahal kasus yang dilaporkan oleh Menteri ESDM, Sudirman Said itu masih ditangani oleh MKD.
Karena itu, kata dia, pengendapan penyelidikan kasus itu patut dipertanyakan karena tidak adanya kejelasan.
Seperti Riza Chalid yang sampai sekarang tidak memenuhi panggilan penyelidik Kejagung, kata dia, yang menjadi pertanyaannya kenapa Kejagung tidak meminta Polri untuk mengeluarkan "red notice".
"Atau mengajukan pencekalan ke imigrasi, dari sini sudah terlihat adanya unsur politis penanganan kasus itu," katanya.
Melihat kinerja seperti, ia menambahkan selayaknya Presiden Joko Widodo mencopot Jaksa Agung yang berasal dari politik itu karena kinerjanya yang buruk.
"Jaksa agung yang berasal dari parpol memang berpotensi bisa terjadi deal-deal politik," tegasnya.
Sebelumnya Jaksa Agung HM Prasetyo menyatakan penanganan kasus itu diendapkan dahulu karena ketiadaan saksi Riza Chalid.
"Kami endapkan dulu," katanya di Jakarta, Jumat (15/4/2016). (Antara)