Suara.com - Pengamat politik dan peneliti LIPI, Siti Zuhro menganggap terkuaknya kasus dugaan suap pembahasan Raperda soal Reklamasi Teluk Jakarta telah membentuk polarisasi kongkalikong antara pejabat dan pengusaha.
"Siapa bermain apa, siapa berperan apa, siapa mendapat apa, motivasinya apa, mulai terkuak. Bahwa kasus ini sebetulnya merupakan satu momen terkuaknya polarisasi pempeng (pejabat-pengusaha) di DKI Jakarta," katanya dalam diskusi 'Grand Corruption Ahok dan Para Kartelnya' di Dunkin Donut, Jalan HOS Cokroaminoto 94 Menteng Jakarta Pusat, Selasa (19/4/2016).
Menurut Siti Zuhro, terungkapnya kasus dugaan korupsi megaproyek tersebut menandakan jika pendanaan politik di Pilgub DKI 2017 membutuhkan donasi dari para pengusaha.
"Oh iya, meminta bantuan untuk mendanai. Nah, ini yang ujung-ujungnya karena Pilkada kita mahal," kata dia.
Siti menambahkan jika peran korporasi sangat dominan di konstelasi Pilgub 2017. Dia bahkan mengatakan jika dinamika politik di Pilgub tidak ramai jika tidak ada campur tangan para pemodal.
"Korporasi yang tadi disebutkan itu berperan sangat central, sangat dominan karena pilkada ternyata sangat tergantung pada peran pemodal. Peran pemodal disini sangat penting. Pilkada terkesan menjadi tidak seru tanpa adanya pemodal," kata dia.
Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan KPK terhadap Sanusi pada Kamis (31/3/3016) malam. Ketika itu, dia masih menjabat Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra. Dia diduga menerima suap senilai Rp2 miliar dari Personal Assistant PT. Agung Podomoro Land (Tbk) Trinanda Prihantoro. Uang tersebut diduga titipan dari Presiden Direktur PT. Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja.
Sehari setelah itu, Jumat (1/4/2016), Ariesman Widjaja menyerahkan diri ke KPK.Ketiga orang ini telah ditetapkan menjadi tersangka dan KPK terus mendalaminya.
Sejauh ini, KPK juga telah mencekal ke luar negeri beberapa pihak, di antaranya, Bos PT Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alias Aguan, dan Staf Khusus Gubernur Basuki Tjahaka Purnama (Ahok) Sunny Tanuwidjaja.
Kasus dugaan penyuapan ini disinyalir untuk mempengaruhi proses pembahasan raperda tentang reklamasi. Ada tiga kewenangan pengembang yang diatur dalam rancangan. Yakni, keharusan menyerahkan fasilitas umum dan sosial, seperti jalan dan ruang terbuka hijau, kontribusi lima persen lahan, serta kontribusi tambahan sebesar 15 persen untuk menanggulangi dampak reklamasi.
Pengembang diduga keberatan dengan kontribusi tambahan 15 persen yang diatur di Pasal 110 Raperda Tata Ruang. Mereka pun melobi DPRD agar nilainya turun jadi lima persen.
Setelah aroma suap tercium, DPRD DKI Jakarta langsung menghentikan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tersebut.
Kasus Dugaan Suap Raperda Reklamasi Terkuak, Ini Kata Pengamat
Selasa, 19 April 2016 | 19:59 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
BERITA TERKAIT
Dukung Reklamasi di Jakarta Utara, Ridwan Kamil Bakal Berikan Lagi Izin yang Dicabut Anies?
30 September 2024 | 12:52 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI