Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi menjadwalkan pemeriksaan terhadap Wakil Ketua Badan Legislasi Daerah DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan Merry Hotma untuk menjadi saksi dalam kasus dugaan suap yang melibatkan rekannya dari Partai Gerindra, Mohamad Sanusi. Usai diperiksa kurang lebih delapan jam, Merry mengaku diperiksa terkait mekanisme pembahasan Rancangan Peraturan Daerah di DPRD.
"Tentang mekanisme dan pasal-pasal," kata Merry di gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (18/4/2016).
Merry mendapatkan 23 pertanyaan dari penyidik.
Ketika ditanya soal pertanyaan tentang pasal apa saja yang ingin diketahui penyidik, Merry hanya tersenyum. Lalu, mengingatkan kabel milik reporter TV terinjak.
"Aduh sayang, kabelnya keinjek-injek itu," kata Merry sambil menunduk. Kemudian, dia masuk ke dalam mobil yang akan membawanya pergi.
Pada hari ini, selain Merry, KPK juga memeriksa Presiden Direktur PT. Kapuk Naga Indah yang merupakan anak perusahaan PT. Agung Sedayu Grup Nono Sampono. Anggota Dewan Perwakilan Daerah tersebut diperiksa sebagai saksi.
Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan KPK terhadap Sanusi pada Kamis (31/3/3016) malam. Ketika itu, dia masih menjabat Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra. Dia diduga menerima suap senilai Rp2 miliar dari Personal Assistant PT. Agung Podomoro Land (Tbk) Trinanda Prihantoro. Uang tersebut diduga titipan dari Presiden Direktur PT. Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja.
Sehari setelah itu, Jumat (1/4/2016), Ariesman Widjaja menyerahkan diri ke KPK.Ketiga orang ini telah ditetapkan menjadi tersangka dan KPK terus mendalaminya.
Kasus dugaan penyuapan ini disinyalir untuk mempengaruhi proses pembahasan raperda tentang reklamasi. Ada tiga kewenangan pengembang yang diatur dalam rancangan. Yakni, keharusan menyerahkan fasilitas umum dan sosial, seperti jalan dan ruang terbuka hijau, kontribusi lima persen lahan, serta kontribusi tambahan sebesar 15 persen untuk menanggulangi dampak reklamasi.
Pengembang diduga keberatan dengan kontribusi tambahan 15 persen yang diatur di Pasal 110 Raperda Tata Ruang. Mereka pun melobi DPRD agar nilainya turun jadi lima persen.
Setelah aroma suap tercium, DPRD DKI Jakarta langsung menghentikan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.