Ini Kesaksian Ketua Ranting Gerwani Soal Tragedi 1965

Senin, 18 April 2016 | 17:59 WIB
Ini Kesaksian Ketua Ranting Gerwani Soal Tragedi 1965
Simposium Nasional Tragedi 1965/1966 di Hotel Aryaduta, Jakarta, Senin (18/4/2016). (Suara.com/Erick Tanjung)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Tragedi 1965/1966 merupakan sejarah kelam bangsa Indonesia. Ketika itu terjadi pembunuhan terhadap sejumlah jenderal dan pelakunya yang dituduh adalah Partai Komunis Indonesia (PKI).

Akibat tuduhan itu para pengurus PKI maupun organisasi sayapnya dikejar-kejar dan dibunuh. Bahkan orang yang dekat atau bersinggungan dengan PKI pun distigma, mereka dipenjara tanpa diadili bahkan terjadi pembantaian massal.‎

Namun sudah 51 tahun sampai sekarang kasus pelanggaran HAM berat tersebut tak diungkap.

Sumini (70) menceritakan bahwa Angkatan Darat ketika itu sengaja menstigmatisasi atau melabelkan cap buruk terhadap orang-orang PKI. Bahkan termasuk organisasi yang bersinggungan dengan PKI seperti Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani).

Saat peristiwa 65/66, Sumini mengaku menjadi ketua ranting Gerwani di Pati, Jawa Tengah. Dia membantah stigma yang sengaja diciptakan bahwa orang-orang yang dekat dengan PKI adalah pemberontak.

"Saya ketika itu menjadi Ketua ranting Gerwani saat berusia 18 tahun. Kegiatan kami adalah untuk kepentingan rakyat dan mengajarkan perempuan untuk membaca dan menulis karena banyak yang buta huruf," katanya di Simposium Nasional Tragedi 1965/1966 di Hotel Aryaduta, Jakarta, Senin (18/4/2016).

Sumini menjelaskan, program-program Gerwani untuk memajukan masyarakat khususnya kaum perempuan agar tidak buta huruf. Mereka juga memperjuangkan hak-hak perempuan agar tidak terpinggirkan.

"Kegiatan kami menyadarkan perempuan untuk tidak buta huruf. Bahkan saya ikut menolak RUU (rancangan undang undang) perkawinan, salah satunya menolak perkawinan di usia dini," ujar dia.

Berkiprah di Gerwani, Sumini diminta datang ke Jakarta untuk membantu para perempuan agar lebih mandiri dalam bertani. Kemudian ia diminta bantuan ke Bogor mendampingi perempuan di sana.

Namun pada September 1965, situasi di sejumlah daerah semakin memanas. Koran Harian Angkatan Bersenjata dan Berita Yudha milik Angkatan Darat, kata Sumini, menyudutkan Gerwani sebagai organisasi PKI yang memberontak.

Kemudian ia kembali ke Pati, namun tiba-tiba di sana Sumini stigma telah menyebar di masyarakat bahwa dirinya adalah orang PKI yang membunuh para Jenderal Angkatan Darat yang dibunuh pada 30 September 1965.

"Saat balik ke Pati, saya dibilang orang yang menyilet (menyayat dengan pisau) Jenderal, yang mencongkel mata Jenderal. Saya sering mengalami intimidasi. Ironisnya Gerwani disebut melakukan kegiatan amoral," tutur Sumini.

Oleh sebab itu, ia berharap di Simposium Nasional ini bisa membuka kebenaran atas sejarah yang dikabarkan oleh penguasa orde baru di bawah komando Presiden RI kedua Soeharto. ‎Sumini hingga detik ini merasa tidak bersalah, namun berpuluh-puluh tahun masih mengalami intimidasi.

"Saya ini masih sering di intimidasi, salah saya apa. Mau kumpul-kumpul arisan saja di intimidasi," kata Sumini mengisahkan dengan menahan tangis.

Seperti diketahui, berdasarkan penyelidikan Komnas HAM, jumlah korban atas tragedi 65/66 tersebut diperkirakan mencapai 500 ribu sampai tiga juta orang dalam pembunuhan massal yang terjadi di sejumlah daerah. Namun sampai sekarang Pemerintah belum juga bisa mengungkap kebenaran tersebut.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI