Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah menegaskan bahwa pihaknya dalam menyelidiki kasus Pembelian lahan Rumah Sakit Suumber Waras tidak bisa ditekan pihak manapun. Pasalnya, salah satu keistimewaan KPK adalah sifatnya yang indepnden dan bebas intervensi.
Oleh karena itu, KPK menipai bahwa pihak yang mengatakan bahwa ada keterlibatan atau campur tangan Presiden Joko Widodo dalam pengusutan kasus tersebut adalah fitnah.
"Dan adalah fitnah jika ada pihak yang mengatakan bahwa Presiden mencampuri urusan kasus-kasus di KPK, " kata Wakil Ketua KPK, Laode M Syarief saat dikonfirmasi, Senin (18/4/2016).
Karena itu dia menjelaskan bahwa lembaga yang dipimpin oleh Agus Rahardjo tersebut dalam bekerja harus berpatokan pada bukti-bukti yang jelas bukan pada opini apalagi pada tekanan-tekanan politik. Menurutnya, apabila KPK ingin meningkatkan suatu kasus, maka harus bisa diyakinkan bahwa kasus tersebut layak atau bisa dilimpahkan ke Pengadilan oleh Jaksa pada KPK.
"KPK harus yakin bahwa jaksa-jaksa KPK dapat membuktikan 'beyond reasonable doubt' bahwa kasus tersebut layak dilimpahkan kepengadilan. Jadi selama keyakinan itu belum ada, suatu kasus tidak akan ditingkatkan statusnya," kata Syarief.
"Sekali lagi kami tekankan bahwa KPK tidak akan tunduk pada tekanan-tekanan eksternal dalam mengusut suatu kasus," tegas Syarief lagi.
Seperti diketahui kasus pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras mencuat setelah adanya laporan hasil pemeriksan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) DKI tentang adanya kerugian negara sebesar Rp191 miliar. Lantas, LSM dan masyarakat pun melaporkannya kepada KPK untuk mengusut kasus tersebut.
Akhir-akhir ini desakan dari masyarakat pun semakin mendesak KPK untuk segera mentersangkakan Ahok dalam kasus tersebut. Sebab, berdasarkan hasil audit investigatif BPK RI, bahwa benar terjadi kerugian negara dalam pembelian lahan seluas 3,6 hektar untuk Rumah Sakit tersebut.
Namun, KPK tidak takut dan mengatakan bahwa hingga saat ini belum menemukan unsur niat jahat yang menagarah pada adanya tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Pemprov DKI dalam kasus tersebut.