Suara.com - Nelayan Muara Angke, Penjaringan, Jakarta Utara, mendesak Presiden Joko Widodo bersikap tegas dengan menghentikan proyek reklamasi di Teluk Jakarta, Minggu (17/4/2016). Menurut mereka pembuatan 17 pulau telah merugikan masyarakat kecil, juga lingkungan hidup.
"Pemerintah harus tegas, karena sudah melanggar kedaulatan nelayan. Izin reklamasi juga belum ada," kata anggota Forum Kerukunan Nelayan Muara Angke Diding Setyawan ketika menggelar aksi bersama ribuan nelayan tradisional menolak reklamasi, antara lain di Pulau G, Teluk Jakarta, dengan cara menyegelnya.
Diding mengungkapkan sejak awal pengerjaan pulau buatan, nelayan tidak bisa mencari ikan lagi. Kawasan tempat mencari ikan dan udang sekarang sudah ditutup karena berlangsung pengerjaan proyek. Mereka juga tidak bisa mendekat di sekitarnya.
Lelaki yang sudah menjadi nelayan sejak tahun 1974 itu membandingkan pendapatannya per hari dari melaut.
"Dulu saya bisa dapat Rp2,5 juta sehari. Sekarang kadang-kadang dengan biaya Rp500 ribu hasil tidak ada. Kami rugi terus," kata dia.
Diding menambahkan biaya operasional untuk melaut sekarang mahal. Sejak ada proyek reklamasi, nelayan dipaksa memutar melalui Muara Baru untuk mencari ikan ke tempat yang lebih jauh.
"50 liter untuk operasional. tapi sekarang ada reklamasi kita harus muter. Banyak membuang solar," katanya.
Diding mengatakan sejak pengerukan tanah dalam proyek reklamasi tersebut ekosistem laut rusak.
"Lumpur naik terjadi kotoran, yang dari minyak (limbah). di situlah ikan pada mati," kata dia.
Dia mengatakan proyek Presiden Jokowi tak mendengarkan aspirasi nelayan, mereka akan kembali demonstrasi dalam jumlah yang lebih banyak.
"Kapal-kapal kita akan stop. kami akan mengerahkan nelayan. ini zonasi buat nelayan," kata dia.
Sebelumnya, Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatakan permintaan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti untuk menghentikan sementara waktu proyek reklamasi Teluk Jakarta tidak bisa dilaksanakan begitu saja.
“Kami nggak bisa hentikan, bisa di-PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) kita,” kata Ahok di Balai Kota, Jumat (15/4/2016).
Ahok menilai permintaan Menteri Susi bukan perintah, tetapi rekomendasi. Rekomendasi seperti itu karena punya pertimbangan bahwa reklamasi sulit untuk dihentikan.
Ahok menambahkan bila Menteri Susi memerintahkan untuk dihentikan, Ahok dapat menghentikan reklamasi karena memiliki dasar hukum.
“Saya bisa hentikan karena ada perintah ini,” kata Ahok.
Komisi IV DPR bersepakat dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk menghentikan proses pembangunan proyek reklamasi Teluk Jakarta untuk sementara waktu. Menteri Susi mengatakan setelah proyek dihentikan, DPR dan kementerian akan membentuk tim.
"Supaya isu tentang reklamasi Jakarta ini tidak terus gonjang ganjing dan diperjelas agar tidak membuat semua orang jadi gaduh. Seolah-olah suasananya gaduh," kata Susi dalam konferensi pers di rumah dinas, Jalan Widya Chandra V, Jakarta Selatan.
Kesepakatan tersebut dicapai dalam rapat bersama pada Rabu (13/4/2016) lalu.
Menurut Menteri Susi penghentian proyek reklamasi sampai semua prosedur dipenuhi serta mempertimbangkan masalah sosial dan lingkungan hidup.
"Penghentian sementara ini hal baik untuk merekonstruksi ulang, supaya reklamasi ini bukan hanya kepentingan pengembang properti semata. Ini perlu supaya tidak ada pendiskreditan atau pembiasan isu," kata Susi.