Komite Kepresidenan Perlu Dibentuk untuk Usut Pelanggaran HAM

Jum'at, 15 April 2016 | 19:24 WIB
Komite Kepresidenan Perlu Dibentuk untuk Usut Pelanggaran HAM
Pangkostrad Mayjen Soeharto saat terjadi G30S 1965. Peristiwa ini diduga sebagai salah satu peristiwa pelanggaran HAM berat yang pernah terjadi di Indonesia. (jakarta.go.id)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mendorong adanya pembentukkan Komite Kepresidenan untuk mengungkap kebenaran kasus pelanggaran HAM berat.

"Kalau mau buat proses pengungkapan kebenaran, buat mekanismenya buat aturan  hukumnya,  bikin proses pengungkapan kebenaran, kami mendorong bentuk komite kepresidenan,"ujar Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Kontras Feri kusuma dalam jumpa pers di Kantor Kontras, Kramat, Jakarta, Jumat (15/4/2016).

Feri menuturkan, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia telah melakukan  penyelidikan dan menemukan adanya peristiwa pelanggaran HAM berat atas peristiwa 1965 yang telah diumumkan Komnas HAM pada Juli 2012. Selain itu kata Feri, Komnas HAM juga telah menyampaikan laporan kepada Kejaksaan Agung terkait adanya Pelanggaran HAM berat.

Feri menilai dari hasil penyelidikan Komnas HAM, pemerintah bisa mengusut adanya pelanggaran HAM berat.

"Kalau mau penyelesaian negara, patuh saja pada aturan berlaku. Kan sudah ada keputusan MA dan ada hasil penyelidikan Kejagung dan  Komnas HAM,  tinggal ditindaklanjuti aja.  Itulah penyelesaian yang sebenarnya,"ucapnya

Untuk itu  pihaknya mendorong dibentuknya Komite Kepresidenan juga bisa mengetahui tindak lanjut penyelidikan Komnas HAM yang telah masuk berkasnya di Kejaksaan Agung.

"Komite  kepresidenan nantinya mengaudit laporan Komnas HAM dan laporan hasil  Kejagung untuk sejauh mana progres kerja mereka,"

Sementara itu, Peneliti Bidang Hak Asasi Manusia dari Setara Institut, Achmad Fanani Rosyidi mendorong dibentuknya Komite kepresidenan

"Kita harapkan Komite Kepresidenan untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM, kita ingin tidak ada tendesi politis dan juga kita harap adanya sosok bijak yang bisa bicara jernih menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu, "ungkapnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI