Suara.com - Pemerintah berencana menggelar Simposium Nasional 'Membedah Tragedi 1965" yang akan diselenggarakan antara lain oleh Menteri Politik Hukum dan HAM dan Dewan Pertimbangan Presiden di Hotel Aryaduta pada 18 - 19 April 2016.
Menanggapi hal tersebut, Peneliti Bidang Hak Asasi Manusia dari Setara Institut, Achmad Fanani Rosyidi mendorong Simposium Nasional bisa mendengarkan aspirasi dari para korban.
"Kita ingin mendorong di Simposium Nasional benar-benar bicara hal-hak korban. Korban tidak diberi kesempatan. Ruang untuk korban sangat sedikit aspirasinya," ujar Achmad dalam jumpa pers di Kantor Kontras, Kwitang, Jakarta, Jumat (15/4/2016).
Selain itu, Achmad meminta pengusutan peristiwa 1965 agar bisa diketahui aktor di balik tragedi 1965. Hal ini bertujuan untuk mengungkap kebenaran.
Simposium Nasional akan diselenggarakan oleh Menteri Politik Hukum dan HAM dan Dewan Pertimbangan Presiden di Hotel Aryaduta pada 18-19 April 2016.
Dalam Simposium Nasional, akan dihadiri oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dan kalangan akademisi, pegiat hak asasi manusia, korban pelanggaran HAM berat dan organisasi korban, wakil partai politik, pelaku serta wakil dari lembaga-lembaga pemerintah.
Namun dalam rundown acara, korban pelanggaran HAM 1965, tidak diberikan waktu untuk menyampaikan aspirasinya. Salah satu poinnya dalam Simposium Nasional, menghasilkan rekomendasi bagi pemerintah untuk menyelesaikan secara komprehensif kasus pelanggaran berat HAM dalam tragedi kemanusiaan 1965 dengan konsep pemulihan korban dan rehabilitasi korban.