Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi sudah memeriksa tiga tersangka dan belasan saksi kasus dugaan suap terkait pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
Saat ini, penyidik masih mendalami dan mengumpulkan informasi untuk membuat rekonstruksi kasus menjadi gamblang.
Dalam kasus tersebut, KPK juga meminta imigrasi untuk mencekal sejumlah orang agar tak bepergian ke luar negeri. Mereka yang dicekal adalah staf khusus Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama: Sunny Tanuwidjaja, bos PT. Agung Sedayu Group: Sugianto Kusuma alias Aguan, supir M. Sanusi: Gerry Prasetya, dan Sekretaris Direktur Agung Podomoro Land, Berlian, dan Direktur PT.Agung Sedayu Grup, Richard Halim Kusuma.
"Hasilnya masih didalami terus. Mudah-mudahan minggu depan," kata Wakil Ketua KPK Laode Mohamad Syarif di gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Jumat (15/4/2016).
Syarif menjelaskan pencekalan tersebut bertujuan untuk memudahkan penyidik meminta keterangan kepada mereka.
"Sebenarnya keterangan itu ada hubungannya dengan proses suap menyuap ini antara Sanusi dan Ariesman yang sudah ditetapkan sebagai tersangka itu. Apakah mereka ikut ambil bagian atau tidak," kata Syarif.
Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan KPK terhadap Sanusi pada Kamis (31/3/3016) malam. Ketika itu, dia masih menjabat Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra. Dia diduga menerima suap senilai Rp2 miliar dari Personal Assistant PT. Agung Podomoro Land (Tbk) Trinanda Prihantoro. Uang tersebut diduga titipan dari Presiden Direktur PT. Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja.
Sehari setelah itu, Jumat (1/4/2016), Ariesman Widjaja menyerahkan diri ke KPK.Ketiga orang ini telah ditetapkan menjadi tersangka dan KPK terus mendalaminya.
Kasus dugaan penyuapan ini disinyalir untuk mempengaruhi proses pembahasan raperda tentang reklamasi. Ada tiga kewenangan pengembang yang diatur dalam rancangan. Yakni, keharusan menyerahkan fasilitas umum dan sosial, seperti jalan dan ruang terbuka hijau, kontribusi lima persen lahan, serta kontribusi tambahan sebesar 15 persen untuk menanggulangi dampak reklamasi.
Pengembang diduga keberatan dengan kontribusi tambahan 15 persen yang diatur di Pasal 110 Raperda Tata Ruang. Mereka pun melobi DPRD agar nilainya turun jadi lima persen.
Setelah aroma suap tercium, DPRD DKI Jakarta langsung menghentikan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.