Suara.com - Wakil Ketua Umum DPP Gerindra Edhy Prabowo mengatakan, pemerintah seharusnya menghentikan proyek reklamasi di Teluk Jakarta.
"Saya tidak mengerti mengapa proyek ini terus berlanjut pembangunannya, padahal banyak aturan yang dilanggar," kata Edhy dalam pernyataannya, Jumat (15/4/2016).
Ketua Komisi IV DPR ini mengatakan, sejak tahun lalu, Komisi IV DPR telah memberikan rekomendasi kepada pemerintah yaitu Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk menghentikan proyek ini.
Ehdy mengatakan, berdasarkan amanat undang-undang, perubahan fungsi Teluk Jakarta yang merupakan kawasan strategis, harus berdasarkan izin pemerintah pusat dan persetujuan DPR.
Pengerjaan proyek ini, sambung dia, tidak bisa hanya berdasarkan Keputusan Presiden terbitan lama. Sebab, Kepres memiliki kedudukan di bawah undang-undang.
"Faktanya reklamasi telah melanggar aturan, dan faktanya proyek ini hanya berpihak kepada pengusaha tapi tidak berpihak kepada masyarakat, khususnya warga nelayan di pesisir Jakarta yang kediamannya diratakan secara represif dan tak manusiawi," kata dia.
Karenanya, dia menuntut dan menantang pemerintah, untuk segera menghentikan reklamasi.
"Sayang, fungsi DPR bukan mengeksekusi tapi hanya sebatas memberi rekomendasi," tuturnya.
"Di salah satu media online ternama ada yang berkomentar agar DPR jangan banyak bicara soal reklamasi bila nasibnya tak ingin seperti Sanusi (di-Sanusi-kan). Saya tegaskan bahwa saya tidak takut! Karena saya bekerja dan menjaga undang-undang," tambah dia.
Dalam kasus reklamasi Jakarta ini, kader Gerindra di DPRD DKI Jakarta, Mohamad Sanusi, ditetapkan menjadi tersangka dan ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan suap pembahasan rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau kecil Provinsi DKI Jakarta 2015-2035, serta Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara.
Sanusi diduga menerima suap senilai Rp2 miliar dari staf PT. Agung Podomoro Land Trinanda Prihantoro yang juga diciduk polisi tak lama kemudian.
Sehari setelah itu, Jumat (1/4/2016), Presiden Direktur PT. Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja menyerahkan diri ke KPK.
Ketiga orang itu kemudian ditetapkan menjadi tersangka terkait pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta Tahun dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
Pembahasan Raperda sempat mandeg. Diduga, karena pengembang enggan membayar kewajiban 15 persen dari Nilai Jual Objek Pajak atas setiap pembuatan pulau kepada pemerintah. Kewajiban itu merupakan salah satu poin dalam Raperda RTR Kawasan Pesisir Pantai Utara Jakarta.
Para pengusaha disinyalir ngotot menginginkan hanya lima persen dari NJOP. Ditengarai terjadi tarik-menarik yang alot antara pengembang dan pembuat undang-undang mengenai hal itu sebelum raperda disahkan menjadi perda.
KPK masih mendalami kasus tersebut. Semua yang dinilai punya kaitan akan diperiksa.
Bos PT. Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan telah dicekal untuk bepergian ke luar negeri. Staf magang di kantor Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, Sunny Tanuwidjaja, dan Direktur PT. Agung Sedayu Group Richard Halim Kusuma juga telah dicekal.
Politisi Gerindra Heran, Kenapa Reklamasi Teluk Jakarta Berlanjut
Jum'at, 15 April 2016 | 10:06 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
BERITA TERKAIT
Catatan Hitam PJ Gubernur Heru Budi Hartono: Isu RS Sumber Waras hingga Reklamasi Teluk Jakarta
18 Oktober 2022 | 16:31 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI