Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi belum menjadwalkan penanggilan terhadap Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) terkait kasus dugaan suap dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
"Sampai saat ini belum ada informasi mengenai jadwal (pemanggilan Ahok)," kata Pelaksana Harian Kabiro KPK Yuyuk Andriati, Kamis (14/4/2016).
Yuyuk mengatakan pemanggilan merupakan kewenangan para penyidik.
"(Pemanggilan) itu menjadi kewenangan penyidik," kata dia.
Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan KPK terhadap Sanusi pada Kamis (31/3/3016) malam. Ketika itu, dia masih menjabat Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra. Dia diduga menerima suap senilai Rp2 miliar dari Personal Assistant PT. Agung Podomoro Land (Tbk) Trinanda Prihantoro. Uang tersebut diduga titipan dari Presiden Direktur PT. Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja.
Sehari setelah itu, Jumat (1/4/2016), Ariesman Widjaja menyerahkan diri ke KPK. Ketiga orang ini telah ditetapkan menjadi tersangka dan KPK terus mendalaminya.
Kasus dugaan penyuapan ini disinyalir untuk mempengaruhi proses pembahasan raperda tentang reklamasi. Ada tiga kewenangan pengembang yang diatur dalam rancangan. Yakni, keharusan menyerahkan fasilitas umum dan sosial. Seperti jalan dan ruang terbuka hijau, kontribusi lima persen lahan, serta kontribusi tambahan sebesar 15 persen untuk menanggulangi dampak reklamasi.
Pengembang diduga keberatan dengan kontribusi tambahan 15 persen yang diatur di Pasal 110 Raperda Tata Ruang. Mereka pun melobi DPRD agar nilainya turun jadi 5 persen.
Sudah belasan orang diperiksa sebagai saksi dalam kasus tersebut. Bahkan, KPK juga telah meminta imigrasi mencekal Staf khusus Ahok, Sunny Tanuwidjaja, Bos PT. Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan, supir M. Sanusi: Gerry Prasetya, dan Sekretaris Direktur Agung Podomoro Land, Berlian.