Salah satu arsitek yang mendorong pelaksanaan simposium tersebut adalah Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Sidarto Danusubroto.
Sidarto mengatakan hasil akhir simposium ini diharapkan memberikan rekomendasi bagi pemerintah untuk menyelesaikan kasus tersebut.
Pengungkapan Kebenaran Lembaga swadaya masyarakat Human Right Watch mendorong proses pengungkapan kebenaran (truth-telling process) mengenai tragedi pembantaian 1965-1966 jelang pelaksanaan simposium.
"Membuka kebenaran mengenai tragedi 1965-1966 penting untuk mengungkap kejahatan agar tidak diabaikan. Banyak korban yang masih membawa sejarah kelam terkait suku, wilayah, dan agama, dan kita perlu menjembatani proses penanganan kasus ini," kata Direktur Eksekutif Human Right Watch (HRW) Kenneth Roth.
Pemerintah Indonesia melalui Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan sebelumnya menyatakan akan fokus pada upaya rekonsiliasi kepada korban tragedi 1965-1966.
Namun, menurut Roth, rekonsiliasi akan menjadi salah kaprah apabila tidak dibarengi dengan membicarakan kebenaran yang terjadi atas kasus tersebut.
Selain itu, Kontras juga mengungkapkan kekecewaan pada Presiden Joko Widodo karena belum menepati janji dalam Nawacita untuk membentuk Komite Kepresidenan untuk menyelesaikan pelanggaran HAM berat yang berkeadilan dan bermartabat.
"Kenapa kecewa karena dua tahun tidak ada apa-apa, malah bikin simposium tapi hanya soal 1965-1966. Lalu Presiden janjinya mana? Kok cuma bikin simposium. Kalau bikin simposium pusat studi di kampus juga bisa," kata dia.