Suara.com - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar mengatakan pihaknya akan mendukung Simposium "Membedah Tragedi 1965, Pendekatan Kesejarahan" apabila ada bahasan mengenai rehabilitasi korban dan dampak dari tragedi tersebut.
"Simposium akan didukung apabila ada rehabilitasi. Menurut kerangka acuan, jelas bahwa simposium hanya untuk membahas peristiwa 1965-1966 di sektor historis. Hanya ada satu sesi yang membahas bagaimana mengatasi permasalahan 1965-1966," kata Haris dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (13/4/2016).
Menurut dia, simposium belum mampu membahas dampak lanjutan yang terjadi setelah peristiwa yang terjadi di 1965, terutama dari segi psikologis korban dan situasi politik pasca tragedi 1965.
"Peristiwa 1965 tidak hanya soal apa yang terjadi pada tahun tersebut, tapi peristiwa tersebut memutarbalikkan semua bangunan sosial politik yang menyebabkan militer dominan dalam waktu yang lama dan masuk ke sejumlah sektor yang hampir tidak menyisakan ruang untuk kelompok pro-demokrasi," kata dia.
Peristiwa 1965, menurut Haris, memberikan dampak buruk berupa politik Orde Baru yang lekat dengan praktik kekerasan, penculikan, dan penghilangan orang.
Namun, Haris mengatakan ada sejumlah kemajuan untuk pemulihan hak korban 1965-1966 dalam 18 tahun transisi politik di Indonesia.
Misalnya pembebasan tahanan politik ketika era kepemimpinan BJ Habibie, perubahan peraturan perundang-undangan yang memberikan hak politik korban stigma, dan mahkamah agung memberikan hak untuk mencabut sejumlah peraturan yang menjamin diskriminasi.
"Masalahnya, pengalaman kontras memberikan pembelajaran bahwa mereka (korban) sudah dibebaskan tapi belum mengalami kebebasan," kata Haris seperti dikutip Antara.
Simposium nasional "Membedah Tragedi 1965, Pendekatan Kesejarahan" akan dilaksanakan 18-19 April 2016 di Hotel Aryaduta, Jakarta.
Ketua Pelaksana Simposiun Suryo Susilo mengatakan acara tersebut akan dihadiri lebih kurang 200 peserta dari kalangan akademisi, pegiat hak asasi manusia, korban pelanggaran HAM berat dan organisasi korban, wakil partai politik, pelaku serta wakil dari lembaga-lembaga pemerintah.