Suara.com - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menemukan adanya perbedaan tipe frekuensi dalam komunikasi jarak jauh antara "air traffic controller", pesawat dan "ground handling" sebelum kejadian tabrakan antara pesawat Batik Air dan Transnusa di Bandara Halim Perdanakusuma, Senin (4/4/2016).
Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono saat rapat kerja dengan Komisi V Anggota DPR di Jakarta, Senin (11/4/2016) mengatakan antara ATC dengan pesawat menggunakan jenis frekuenai VHF atau "Very High Frequency" sementara antara ATC dengan "ground handling" menggunakan tipe frekuensi "UHF" atau "Ultra High Frequency".
"Kalau di 'tower' (ATC) dia pakainya VHF ke 'ground handling' enggak akan mengerti, begitu juga kalau ke pesawat pakainya UHF," ungkapnya.
Menurut dia, ketidaksamaan frekuensi tersebut berpotensi bahwa informasi yang disampaikan tidak bisa diterima baik oleh pesawat, dalam hal ini, pilot maupun petugas "ground handling".
"Kalau frekuensinya sama, mungkin pesawat lebih 'aware' ada pesawat Transnusa sedang belok, dia akan tanya juga ke ATC dan enggak langsung 'take off'," tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI/Airnav Indonesia) Bambang Tjahjono mengatakan berdasarkan temuan KNKT baru ditemukan di Bandara Halim Perdanakusuma.
"Ini yang mau dilihat oleh KNKT kenapa, kebiasaan atau 'SOP'-nya seperti apa," ujarnya.
Bambang menilai seharusnya seluruhnya satu frekuensi dengan menggunakan VHF, di bandara yang lain juga seperti itu.
Dia mengatakan akan mengganti seluruh sistem menjadi satu frekuensi VHF seseuai dengan rekomendasi KNKT.
Direktur Navigasi Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Novie Riyanto mengatakan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan seharusnya seluruhnya menggunakan satu frekuensi, yaitu VHF.
"Aturan dari kita harus sama frekuensi, di Bandata Soetta juga seperti itu," katanya.
Saat ini, lanjut dia, masih dalam tahap investigasi prosedurnya seperti apa dan dijalankan atau tidak. (Antara)