Suara.com - Terduga teroris Siyono tewas misterius. Kematiannya diduga akibat menerima pukulan dari aparat kepolisian saat dibawa Densus 88 Antiteroris untuk keperluan penyidikan kasus terorisme.
Jenazah Siyono pun diautopsi oleh 10 dokter ahli forensik. Sembilan dokter forensik dari Muhammaddiyah dan satu dokter forensik dari Kepolisian Daerah Jawa Tengah. Hasilnya mencengangkan.
Ketua Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak menyerahkan hasil autopsi itu ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Dia merasa aneh dengan pengakuan kepolisian jika Siyono tewas karena pendarahan di kepala. Padahal polisi belum pernah mengautopsinya.
Siyono, merupakan warga Dukuh Brengkungan, Desa Pogung, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, yang meninggal dunia setelah dibawa anggota Densus 88 Antiteror untuk pengembangan kasus terorisme, Rabu (9/3/2016).
"Kesimpulan uji pengelihatan dan sebagainya tidak benar sudah dilakukan autopsi terhadap jenazah Siyono sebelumnya. Autopsi ini adalah yang pertama, " ujar Dahnil dalam jumpa pers di Gedung Komnas HAM, Jakarta, Senin (11/4/2016).
Selain itu diketahui tidak ada pendarahan pada di bagian kepala pada jenazah Siyono yang menyebabkan kematian. Selain itu, pada jenazah Siyono juga tidak ditemukan luka perlawanan.
"Ternyata hasil forensik justru di kepala, otaknya tidak dalam bentuk bubur merah tapi bubur putih. Berarti tidak ada pendarahan di kepala. Agak aneh kalau polisi bisa tau kalau penyebab kematiannya adalah pendarahan di kepala, karena polisi tidak pernah autopsi,"ucapnya.
"Tidak ditemukan indikasi adanya perlawanan dari korban (Siyono). Darimana indikasi tersebut? Tidak ada luka tangkis dan di bagian- bagian tertentu yang bentuknya adalah perlawanan dari Siyono," jelasnya.