Setelah tercium aroma suap, proses pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di Pantai Utara Jakarta Tahun 2015-2035 dan Rancangan Peraturan Daerah tentang Kawasan Straregis Nasional sudah dihentikan DPRD DKI Jakarta.
Sebelum dihentikan, pembahasan dua raperda berjalan alot. Sampai empat kali rapat paripurna, tetapi tidak menghasilkan apa-apa.
Ditemui di KPK, Wakil Ketua DPRD DKI dari Fraksi Gerindra M. Taufik mengatakan alotnya pembahasan raperda karena adanya permintaan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menaikkan nilai kontribusi dari Nilai Jual Objek Pajak. Menurut Taufik kenaikan nilai kontribusi yang diminta eksekutif tidak mempunyai landasan hukum.
"Nggak, karena nggak ada dasar hukumnya, kami bilang silakan saja di pergub (Peraturan Gubernur) karena di perda ini kan harus ada dasar hukumnya," kata Taufik di gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (11/4/2016).
DPRD, kata Taufik, tetap bertahan pada angka pungutan sebesar lima persen sesuai yang tercantum dalam perda -- sebelum mau direvisi. Taufik mengatakan masalah ini yang sering menunda pembahasan raperda yang kemudian berujung pada penghentian pembahasan di DPRD periode berikutnya.
"Tertunda karena dua hal, satu soal izin. Kita nggak mau masukin izin, karena izin sudah keluar, apa yang mau dimasukin. Jadi nggak ada raperda ini, izinnya sudah jalan. Kan gubernur sudah bilang, raperda ini distop, reklamasi jalan terus. Jadi nggak ada artinya sebenarnya Raperda itu," kata Taufik.
Taufik merupakan Ketua Badan Legislasi DPRD DKI Jakarta. Badan legislasi inilah yang membahas dua revisi perda yang diusulkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Balegda beranggotakan 33 orang.
Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan KPK terhadap Sanusi yang merupakan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra pada Kamis (31/3/3016) malam. Dia diduga menerima suap senilai Rp2 miliar dari staf PT. Agung Podomoro Land Trinanda Prihantoro yang juga diciduk polisi tak lama kemudian.
Sehari setelah itu, Jumat (1/4/2016), Presiden Direktur PT. Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja menyerahkan diri ke KPK.
Ketiga orang itu kemudian ditetapkan menjadi tersangka terkait pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
Pembahasan raperda sempat mandeg. Diduga, karena pengembang enggan membayar kewajiban 15 persen dari Nilai Jual Objek Pajak atas setiap pembuatan pulau kepada pemerintah. Kewajiban itu merupakan salah satu poin dalam Raperda RTR Kawasan Pesisir Pantai Utara Jakarta.
Perusahaan disinyalir ngotot menginginkan hanya lima persen dari NJOP. Ditengarai terjadi tarik-menarik yang alot antara pengembang dan pembuat undang-undang mengenai hal itu sebelum raperda disahkan menjadi perda.
KPK masih mendalami kasus tersebut. Semua yang dinilai punya kaitan akan diperiksa.
Bos PT. Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan telah dicekal untuk bepergian ke luar negeri. Staf magang di kantor Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, Sunny Tanuwidjaja, dan Direktur PT. Agung Sedayu Group Richard Halim Kusuma juga telah dicekal.
Sebelum dihentikan, pembahasan dua raperda berjalan alot. Sampai empat kali rapat paripurna, tetapi tidak menghasilkan apa-apa.
Ditemui di KPK, Wakil Ketua DPRD DKI dari Fraksi Gerindra M. Taufik mengatakan alotnya pembahasan raperda karena adanya permintaan dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menaikkan nilai kontribusi dari Nilai Jual Objek Pajak. Menurut Taufik kenaikan nilai kontribusi yang diminta eksekutif tidak mempunyai landasan hukum.
"Nggak, karena nggak ada dasar hukumnya, kami bilang silakan saja di pergub (Peraturan Gubernur) karena di perda ini kan harus ada dasar hukumnya," kata Taufik di gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (11/4/2016).
DPRD, kata Taufik, tetap bertahan pada angka pungutan sebesar lima persen sesuai yang tercantum dalam perda -- sebelum mau direvisi. Taufik mengatakan masalah ini yang sering menunda pembahasan raperda yang kemudian berujung pada penghentian pembahasan di DPRD periode berikutnya.
"Tertunda karena dua hal, satu soal izin. Kita nggak mau masukin izin, karena izin sudah keluar, apa yang mau dimasukin. Jadi nggak ada raperda ini, izinnya sudah jalan. Kan gubernur sudah bilang, raperda ini distop, reklamasi jalan terus. Jadi nggak ada artinya sebenarnya Raperda itu," kata Taufik.
Taufik merupakan Ketua Badan Legislasi DPRD DKI Jakarta. Badan legislasi inilah yang membahas dua revisi perda yang diusulkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Balegda beranggotakan 33 orang.
Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan KPK terhadap Sanusi yang merupakan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra pada Kamis (31/3/3016) malam. Dia diduga menerima suap senilai Rp2 miliar dari staf PT. Agung Podomoro Land Trinanda Prihantoro yang juga diciduk polisi tak lama kemudian.
Sehari setelah itu, Jumat (1/4/2016), Presiden Direktur PT. Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja menyerahkan diri ke KPK.
Ketiga orang itu kemudian ditetapkan menjadi tersangka terkait pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
Pembahasan raperda sempat mandeg. Diduga, karena pengembang enggan membayar kewajiban 15 persen dari Nilai Jual Objek Pajak atas setiap pembuatan pulau kepada pemerintah. Kewajiban itu merupakan salah satu poin dalam Raperda RTR Kawasan Pesisir Pantai Utara Jakarta.
Perusahaan disinyalir ngotot menginginkan hanya lima persen dari NJOP. Ditengarai terjadi tarik-menarik yang alot antara pengembang dan pembuat undang-undang mengenai hal itu sebelum raperda disahkan menjadi perda.
KPK masih mendalami kasus tersebut. Semua yang dinilai punya kaitan akan diperiksa.
Bos PT. Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan telah dicekal untuk bepergian ke luar negeri. Staf magang di kantor Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, Sunny Tanuwidjaja, dan Direktur PT. Agung Sedayu Group Richard Halim Kusuma juga telah dicekal.