Mengenang Astrid Adinegoro dan Pers yang Ideal

Siswanto Suara.Com
Senin, 11 April 2016 | 11:19 WIB
Mengenang Astrid Adinegoro dan Pers yang Ideal
Dokumen foto Astrid Soerjo Adinegoro (kanan) bersama Preskom Harian Waspada, Tribuana Said. (Antara)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pers Indonesia kehilangan salah seorang tokohnya, Astrid B. Soerjo, yang selama ini dikenal sebagai sosok yang berusaha mendorong karya jurnalistik yang bermanfaat bagi masyarakat dan bangsa.

Menyandang nama besar sebagai putri bungsu tokoh pers ternama Adinegoro membuat Astrid, putri bungsunya, menjadi pejuang yang gigih dalam mendorong tegaknya pers yang ideal di Indonesia.

Sebagai anggota Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia serta penasehat tim Anugerah Adinegoro yaitu penghargaan jurnalistik yang diakui tertinggi di Indonesia, Astrid dengan gigih selalu mendorong para wartawan muda untuk berkarya dengan optimal, bukan sekedar melaporkan kejadian.

"Wartawan bukan saja bertugas melaporkan peristiwa namun harus bisa mengirim pesan kepada masyarakat dan mendorong orang untuk memajukan bangsa," ujarnya suatu ketika dalam ajang penjurian lomba karya jurnalistik untuk memperebutkan Anugerah Adinegoro.

Astrid yang lebih populer dengan nama Astrid B. Soerjo tutup usia di rumah sakit MMC, Jakarta, 11 Februari 2016, dalam usia 68 tahun akibat penyakit yang tiga tahun belakangan ini dideritanya.

Perempuan energik yang dalam penampilan sehari-hari kerap mengenakan kebaya itu adalah salah seorang wartawan senior dan putri dari Djamaludin Adinegoro gelar Datuk Maradjo Sutan, yang menjadi satu-satunya penerus di bidang jurnalistik dari Adinegoro.

Semasa hidup, Astrid pernah berkata bahwa sejak remaja dia ingin mengikuti jejak ayahnya menjadi wartawan, namun cita-cita itu justru dicegah dan ayahnya menyarankan agar dia kuliah mengambil bidang lain.

"Saya ke Jerman dan mengambil kuliah arsitektur untuk menyenangkan hati ayah saya, namun ternyata akhirnya saya terjun ke dunia jurnalistik juga ya," ujarnya.

"Mbak Astrid adalah teman lama saya, teman diskusi intelektual yang asyik bertiga bersama Mas Robby Sugiantoro dari Harian Kompas. Ia banyak baca buku. Kebetulan kami sama-sama pernah belajar dan tinggal di Jerman," kata Parni Hadi.

Semangat Astrid untuk mendorong konsistensi pers yang ideal juga diakui oleh para juri Anugerah Adinegoro yang selama enam tahun terakhir ini setiap tahun mengadakan penilaian bagi karya jurnalistik di Indonesia.

REKOMENDASI

TERKINI