Suara.com - Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin menilai autopsi yang dilakukan tim dokter rumah sakit Muhammadiyah bekerjasama dengan dokter forensik Polda Jawa Tengah terhadap jenazah Siyono bertujuan untuk mencari kebenaran atas kasus kematian terduga teroris tersebut.
Siyono merupakan warga Dukuh Brengkungan, Desa Pogung, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, yang meninggal dunia setelah dibawa anggota Densus 88 Antiteror Polri untuk pengembangan pada Rabu (9/3/2016).
"Kita jelas membela keadilan. Almarhum Siyono logika dan nalar kita sederhana, kita melakukan autopsi karena ingin menegakkan kebenaran. Mereka yang menyerang Muhammadiyah itu adalah pernyataan naif, mereka tidak menerima kebenaran," ujar Din melalui rekaman video yang diputar pada acara Pengajian Bulanan Pimpinan Pusat Muhammadiyah dengan tema Pemberantasan Terorisme Yang Pancasilais dan Komprehensif di gedung Dakwah Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Menteng, Jakarta, semalam.
Din mendukung pengungkapan kasus Siyono. Dia meminta Muhammadiyah menegakkan keadilan yang berdasarkan prinsip amar ma'ruf nahi munkar.
Dia berharap dengan mencari kebenaran atas kematian Siyono, di masa mendatang tidak ada lagi kekerasan, baik yang dilakukan oleh oknum aparat maupun kelompok masyarakat.
"Kita minta pihak Muhammadiyah bisa menegakkan keadilan, Amar Maruf Nahi Mungkar dan kami menegakkan kezaliman insya Allah di Tanah Air kita akan berhasil di Indonesia akan sepi dari bentuk kekerasan kelompok. Dan kekerasan verbal," kata Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia.
Senada dengan Din, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'thi mengatakan autopsi yang dilakukan tim dokter rumah sakit Muhammadiyah bukan untuk mendukung terorisme, namun dilakukan untuk menegakkan kebenaran.
"Muhammadiyah tidak sedang melakukan dukungan teroris tapi kami adalah warga negara yang ingin keadilan yang benar di Indonesia," kata Mu'thi.
Mu'thi menegaskan Suratmi, istri almarhum Siyono, bukan dari kalangan Muhammadiyah. Artinya, Muhammadiyah akan membantu siapapun yang ingin mencari keadilan.
"Kami juga tidak ingin melawan hukum apalagi melawan aparatur negara seperti polisi atau densus 88 kami hanya ingin menegakkan keadilan saja," kata dia.
Keluarga, terutama istri Siyono, saat ini mencari keadilan untuk mencari tahu kenapa suaminya meninggal saat dibawa Densus 88, padahal status hukumnya masih terduga teroris.
Komnas HAM yang dikoordinatori oleh Siane Indriani juga melakukan investigasi atas meninggalnya Siyono. Mereka bekerjasama dengan PP Muhammadiyah untuk melakukan autopsi.
Pernyataan Din agaknya untuk merespon pernyataan Mabes Polri. Sebelumnya Mabes Polri menyayangkan ada pihak yang melindungi Siyono. Kepala Divisi Humas Polri Brigjen Anton Charliyan menyebut kelompok tertentu itu sengaja memprovokasi agar polisi dianggap sengaja menghilangkan nyawa Siyono.
"Ada golongan tertentu yang pro teroris. Dia (Siyono) teroris, pegang senjata, dan ada yang membela. Silakan Anda saja yang menilai," ujar Anton di Mabes Polri, Jakarta, Selasa (5/4/2016).
Tapi, Anton tidak menyebutkan siapa kelompok yang dia maksud.