Suara.com - Setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan status tersangka terhadap bekas Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra, Mohamad Sanusi, suara fraksi yang berada di DPRD DKI Jakarta terpecah.
Ada tiga fraksi di DPRD DKI sudah menyatakan menolak melanjutkan pembahasan Rancangan Peraturan Daeran tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) dan Raperda Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. Mereka adalah PDIP, Gerindra dan PPP.
Sebagai partai pendukung Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) di Pilgub DKI 2017 baru Nasdam yang menolak pembahasan raperda zonasi ini dihentikan, sedangkan partai politik lain belum menyatakan sikapnya. Lantas bagaimana tanggapan Ahok?
"Saya pikir secara logika reklamasi harus didukung, yang penting dukung juga kontribusi tambahan. Sekarang kamu bagaimana mau batalin?," ujar Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (8/4/2016).
"Kalau kamu mau batalin reklamasi, zonasi sudah dibagi semua, anda (DPRD DKI) harus putuskan dong di paripurna. Kamu juga nggak mau putusin mau ngapain?. Kan sudah dibagi, mana kawasan tertentu mana nggak. Kalau DPRD nggak mau putusin berarti kamu memutuskan keputusan di atasnya termasuk Undang-undang," kata Ahok menambahkan.
Gubernur DKI Jakarta ini mengaku heran kalau DPRD DKI menolak meneruskan merampungkan pembahasan raperda zonasi. Sebab dalam pembahasan raperda tersebut Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hanya meminta 15 persen tambahan retribusi dari pihak pengembang ke DKI.
"Itu kan amanat untuk melaksanakan perda. Soal kamu menolak perda saya minta kontribusi 15 persen itu hak anda, boleh pecah. Kalau untuk zonasi anda nggak boleh pecah dong. Itu amanat," jelas Ahok.
Diketahui, kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan KPK terhadap mantan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi pada Kamis (31/3/3016) malam. Sanusi diduga menerima suap senilai Rp2 miliar dari staf PT. Agung Podomoro Land Trinanda Prihantoro yang juga diciduk polisi tak lama kemudian.
Sehari setelah itu, Jumat (1/4/2016), Presiden Direktur PT. Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja menyerahkan diri ke KPK.
Ketiga orang itu kemudian ditetapkan menjadi tersangka terkait pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
Pembahasan raperda sempat mandeg. Diduga, karena pengembang enggan membayar kewajiban 15 persen dari Nilai Jual Objek Pajak atas setiap pembuatan pulau kepada pemerintah. Kewajiban itu merupakan salah satu poin dalam Raperda RTR Kawasan Pesisir Pantai Utara Jakarta.
Para perusahaan disinyalir ngotot menginginkan hanya lima persen dari NJOP. Ditengarai terjadi tarik-menarik yang alot antara pengembang dan pembuat undang-undang mengenai hal itu sebelum raperda disahkan menjadi perda.
KPK masih mendalami kasus tersebut. Semua yang dinilai punya kaitan akan diperiksa.
Bos PT. Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan telah dicekal untuk bepergian ke luar negeri.
Sanusi dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan Ariesman dan Trinanda sebagai tersangka pemberi suap dikenakan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) kesatu KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.