Suara.com - Berdasarkan penilaianya saat melihat tampang Sunny Tanuwidjaja, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok tidak percaya kalau Sunny berkhianat.
Sunny merupakan mahasiswa doktoral di Department of Political Science, Northern Illinois University. Sunny juga tercatat pernah menjadi peneliti di lembaga Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Jakarta.
Saat ini Sunny magang di Balai Kota hanya untuk mengetahui cara kerja Ahok serta mencari data untuk keperluan disertasi, sekaligus ingin mengetahui perkembangan karier Ahok di Pemerintah Provnisi DKI Jakarta, terutama setelah Ahok akan kembali maju ke pemilihan gubernur Jakarta periode 2017-2022.
"Aku nggak berani tebak. Kalau lihat tampangnya sih nggak ada (tampang pengkhianat )," ujar Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (7/4/2016) malam.
Nama Sunny muncul setelah ada kasus dugaan suap dalam pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
Krisna Murti, pengacara bekas Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra Mohamad Sanusi yang pertama kali menyebutnya. Sunny disebut menjadi penghubung antara eksekutif dan swasta, termasuk antara tersangka Sanusi dan Presiden Direktur PT. Agung Podomoro Land (Tbk) Ariesman Widjaja.
Ahok mengklaim selama Sunny 'ikut' bersamanya dari tahun 2010, Sunny tidak pernah mendapatkan proyek dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
"Dia nggak megang proyek," kata Ahok.
Selama mencari data untuk keperluan akademisi bersama Ahok, Sunny tidak pernah melaporkan kegiatan apa saja yang tengah dikerjakan, padahal Sunny seringkali diajak bertemu pengusaha dan petinggi partai politik seperti Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan masih banyak lagi.
"Nggak pernah (lapor kegiatanya). Kan dia kerja di perusahaan lain. Kalau nggak salah dia bantuin Peter Sondakh (Bos Rajawali Group)," jelas Ahok.
Untuk diketahui, Sunny saat ini telah dicekal berpergian ke luar negeri selama setengah tahun ke depan, setelah Komisi Pemberantasan Korupsi mengirimkan surat ke Direktorat Jendral Imigrasi.
Pencegahan tersebut terkait dengan penyidikan suap kasus reklamasi pantai utara Jakarta.
Dalam kasus pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta, KPK telah menetapkan tiga orang tersangka, mereka yakni, Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra Mohamad Sanusi, Presiden Direktur PT. Agung Podomoro Land (Tbk) Ariesman Widjaja dan Personal Assistant PT APL Trinanda Prihantoro.
Sanusi ditangkap KPK dalam Operasi Tangkap Tangan pada Kamis (31/4/2016), adik dari Ketua DPD Partai Gerindra DKI Jakarta Mohamad Taufik ini disangkakan menerima suap Rp2 miliar dari PT APL.
Selain menetapkan tiga orang tersangka, lembaga antirasuah ini juga mencekal sejumlah pihak atau saksi, mereka adalah Bos Agung Sedayu Group Sugiyanto Kusuma alias Aguan, serta Direktur Utama PT. Agung Sedayu Group, Richard Halim.