Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Medan mengimbau media untuk tidak memberitakan secara berlebihan kasus seorang siswi salah satu sekolah menengah atas di Medan, Sumatera Utara yang memarahi dan mengancam polisi, saat melakukan konvoi usai pelaksanaan Ujian Nasional, Rabu (6/4/2016).
Kasus ini menjadi viral dan menjadi headline di banyak media lokal dan nasional, terutama di media online dan sosial media hingga menyebabkan terjadinya ‘bullying’ publik dalam berbagai bentuk kepada siswi tersebut.
Dalam kasus kejahatan dan atau kesalahan yang melibatkan remaja, AJI mengingatkan media untuk menyamarkan identitas remaja yang menjadi pelaku, karena pertimbangan melindungi masa depannya.
"Identitas tersebut meliputi nama, alamat rumah, nama orang tua, keluarga, sekolah, dan informasi lainnya yang memudahkan publik mengenali remaja yang bersangkutan,” kata Ketua AJI Medan, Agoez Perdana, dalam keterangan resmiJumat (8/4/2016).
Dia menambahkan, dalam pemberitaan sensitif terkait isu anak, media seharusnya tidak menjadikan popularitas orang tua sebagai alasan pembenar untuk membuka identitas anak-anak yang menjadi pelaku kejahatan.
“Pengungkapan detail dari kasus kejahatan dan atau kesalahan yang dilakukan anak, bisa jadi akan menambah penderitaan tambahan bagi keluarga, korban atau orang-orang terdekatnya. Apalagi akibat pemberitaan kasus siswi SMA yang secara berlebihan ini sampai menyebabkan orangtuanya meninggal dunia,” ujar Agoez.
Lebih lanjut, Agoez menghimbau media untuk lebih bijak dalam memberitakan kasus ini. Media juga harus menyadari adanya perbedaan antara nilai berita dengan prioritas pelaku. Beberapa nilai-nilai yang dipegang media, mungkin dapat menimbulkan masalah bagi pelaku, keluarga, serta lingkungannya.
“Seharusnya media memberi ruang bagi siswi SMA tersebut untuk memperbaiki kesalahannya, bukan malah di-blunder dan dipublikasi secara berlebihan yang dikhawatirkan justru menyebabkan pengalaman traumatis dan menyebabkan efek-efek negatif lainnya bagi yang bersangkutan,” pungkas Agoez.