Suara.com - Usai menangkap Sanusi yang ketika itu masih Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra pada Kamis (31/3/3016) malam, KPK menggeledah sejumlah ruangan di gedung dewan. Seperti ruang kerja Sanusi, ruang kerja Ketua DPRD dari Fraksi PDI Perjuangan Prasetio Edi Marsudi, ruang kepala bagian perundang-undangan, ruang CCTV, dan ruang kakak Sanusi: Wakil Ketua DPRD dari Gerindra M. Taufik.
Namun, sampai hari ini KPK masih menutup rapat barang bukti apa saja yang disita penyidik dari ruangan-ruangan itu, terutama ruangan Prasetio. Diduga, dari ruangan itu ditemukan alat bukti terkait kasus dugaan suap dalam pembahasan Raperda Zonasi dan Raperda Tata Ruang.
"Penggeledahan itu karena penyidik memperkirakan ada bukti-bukti di tempat itu," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha di gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (7/4/2016).
Penggeledahan di ruangan Prasetio ketika itu berbeda sekali dengan lokasi lain yang diobok-obok penyidik. Pasalnya, ruangan tersebut tak disegel terlebih dahulu sebelum digeledah.
Sementara ruangan lain disegel sehari sebelum digeledah, terutama ruang kerja Taufik dan Sanusi.
"Biasanya penyidik menyegel supaya tempat itu tidak diutak-atik atau dimasuki oleh orang yang tidak berwajib," kata Priharsa.
Mengenai ruangan Prasetio yang tidak disegel, menurut Priharsa itu bukan ada yang aneh.
"Kalau pun tempat itu belum disegel lalu digeledah, biasanya penyidik yang mencari barang bukti ditempat geledah sebelumnya itu tidak menemukan dan diperkirakan di tempat lain, makanya tempat lain itu digeledah," kata Priharsa.
Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan KPK terhadap Sanusi yang merupakan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra pada Kamis (31/3/3016) malam. Dia diduga menerima suap senilai Rp2 miliar dari staf PT. Agung Podomoro Land Trinanda Prihantoro yang juga diciduk polisi tak lama kemudian.
Sehari setelah itu, Jumat (1/4/2016), Presiden Direktur PT. Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja menyerahkan diri ke KPK.
Ketiga orang itu kemudian ditetapkan menjadi tersangka terkait pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
KPK masih mendalami kasus tersebut. Semua yang dinilai punya kaitan akan diperiksa.
Sejumlah orang telah dicekal imigrasi. Di antaranya, bos PT. Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan, Direktur PT. Agung Sedayu Group Richard Halim Kusuma, dan staf magang kantor Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, Sunny Tanuwidjaja.
Sanusi dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan Ariesman dan Trinanda sebagai tersangka pemberi suap dikenakan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) kesatu KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.