Suara.com - Nelayan Muara Angke, Pluit, Jakarta Utara, Waskin (38), mengajak Suara.com naik perahunya, kemudian mengitari area sekitar proyek reklamasi Teluk Jakarta, Kamis (7/4/2016).
Proyek reklamasi tersebut sekarang jadi sorotan tajam setelah tercium aroma suap terkait pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. Raperda itu sedang dibahas di DPRD DKI.
Hampir setengah jam lamanya mengitari area sekitar proyek reklamasi dengan perahu kecil.
Menurut pengamatan Suara.com area yang direklamasi kurang lebih sampai 500 mil.
Kapal-kapal besar terlihat di sekitar proyek. Kapal-kapal ini membawa pasir dalam jumlah banyak untuk membuat daratan.
Di sekitar proyek ada pembatasnya. Kapal nelayan dilarang keras masuk ke daerah dekat proyek reklamasi.
Penjagaan di sekitar proyek ketat sekali. Para security laut hampir setiap setengah jam berkeliling proyek dengan speed boat. Mereka mengawasi aktivitas di sekitar proyek dan menjaga orang tak diundang datang.
Nelayan bernama Andi (26) mengakui penjagaan perairan sekitar proyek sangat ketat. Harus pakai izin untuk bisa masuk.
"Itu yang jaga Polisi Militer mas, jadi takut kita ke sana nggak bisa sembarang orang," Kata Andi.
Para nelayan terkena dampak proyek secara langsung.
Salah satu nelayan bernama Carmin (47) mengatakan sejak muncul proyek reklamasi, penghasilan nelayan tradisional semakin berkurang.
"Pemasukan dari hari ke hari sudah berkurang mas, kami sudah nggak bisa cari ikan mas," kata Carmin saat ditemui Suara.com di Muara Angke.
Carmin mengatakan daerah yang kini terkena reklamasi dulunya banyak ranjungan (kepiting) maupun ikan kambang. Tapi, sekarang mereka sudah tidak bisa ke sana lagi.
"Itu proyek isinya ranjungan semua mas, kami sudah nggak bisa ke sana, sudah ditimbun pasir nggak tahu dari mana itu pasir," kata Carmin.