Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengajukan 5 pertanyaan ke bakal Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono. Lima pertanyaan tersebut berkaitan dengan tugasnya sebagai Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah dan tentang bagaimana proses perizinan Raperda tersebut diproses.
"Saya jelaskan, bahwa ketika itu saya nggak banyak ikut rapat karena saya sedang pendidikan, jadi saya tidak mengikuti detail," kata Heru di Gedung KPK Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (7/4/2016).
Mantan Walikota Jakarta Utara tersebut menjelaskan penggodokan Raperda sudah dimulai November 2015. Heru tidak tahu pasti seringkali terjadi penundaan yang berujung pada mandegnya pembahasan peraturan tersebut di DPR.
"Kalau mulainya Bulan November, saya tidak tahu itu," kata Heru.
Semenetara terkait 15 perusahaan yang ikut atau mengambil bagian dalam proyek berilai triliunan rupiah tersebut, Heru juga mengaku tidak mengetahuinya.
"Nanti Bappeda yang tahu, saya lagi pendidikan dari bulan Februari di asrama, nggak boleh keluar," kata Heru.
Kasus dugaa suap pemberian izin reklamasi Teluk Jakarta itu menjerat Anggota DPRD DKI Jakarta Mohammad Sanusi, Personal Assistant PT. APL(Tbk), Trinanda Prihantoro, dan Presiden Direktur PT.APL(Tbk), Ariesman Widjaja. Semuanya sudah dijadikan tersangka.
Sanusi diduga menerima uang suap sebesar Rp2 miliar dari PT.APL terkait dengan pembahasan dua Raperda tersebut oleh DPRD DKI. Disinyalir pembahasan itu mandeg salah satunya lantaran para perusahaan pengembang enggan membayar kewajiban 15 persen dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) atas setiap pembuatan pulau kepada pemerintah. Kewajiban itu yang menjadi salah satu poin dalam draf Raperda RTR Kawasan Pesisir Pantai Utara Jakarta.
Para perusahaan sendiri ngotot menginginkan hanya 5 persen dari NJOP yang dibayarkan ke pemerintah. Ditengarai terjadi tarik-menarik yang alot antara perusahaan dan pembuat undang-undang mengenai hal itu sebelum raperda itu disahkan menjadi perda.