INSPIRE Indonesia Minta Pemerintah Wujudkan Lingkungan Ramah Anak

Adhitya Himawan Suara.Com
Kamis, 07 April 2016 | 15:05 WIB
INSPIRE Indonesia Minta Pemerintah Wujudkan Lingkungan Ramah Anak
Ilustrasi kekerasan terhadap anak. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Data Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TPA2) Kabupaten Malang menyebutkan, kasus kekerasan ‎terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Malang, Jawa Timur masih tergolong tinggi. Tahun 2015 tercatat ada 109 kasus, dengan 62 kasus di antaranya kasus kekerasan ‎seksual. Meskipun data tersebut mengalami penurunan dibanding ‎tahun 2014, dimana ada 131 kasus, dan 96 kasus merupakan‎ kekerasan‎ ‎terhadap anak. Sementara, kasus‎ kekerasan ‎seksual mencapai 84 kasus, atau lebih dari setengahnya.

Menanggapi kasus kekerasan tersebut, peneliti INSPIRE Indonesia, Afwit Freastoni, S.H, M.H, meminta pemerintah daerah agar lebih serius dalam melaksanakan amanat Konstitusi dan UU 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.‎

"Bahwa mandat Konstitusi untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi," kata Afwit dalam keterangan resmi, Kamis (7/4/2016).‎

Mengingat hak-hak dasar anak dilindungi Konstitusi, menurut dia, sudah menjadi kewajiban Pemerintah Daerah untuk menjalankannya. Langkah itu bisa dilakukan Pemda dengan mengajak para pemangku kepentingan untuk melakukan gerakan perlindungan anak. ‎

"Pemda bisa bersinergi dengan pemerintah desa, lembaga pendidikan, organisasi pemuda dan masyarakat untuk ikut mewujudkan lingkungan ramah anak. Ini perlu ada komitmen bersama dari masyarakat," terang alumni Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya ini.  

Berdasarkan data INSPIRE Indonesia, komitmen Pemerintah Kabupaten Malang menyelenggarakan perlindungan anak sudah dimulai sejak 2009. 

Pemkab Malang, kata Afwit, membentuk kabupaten layak anak, sekaligus gugus tugas kabupaten layak anak. 

"Tahun 2014 sudah terbentuk gugus tugas gerakan nasional anti kejahatan seksual terhadap anak di Kabupaten Malang," kata dia.

Afwit menjelaskan, gerakan nasional anti kejahatan seksual terhadap anak itu perlu mendapatkan dukungan stakeholders terkait. Salah satunya adalah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA). 

Menurut Afwit, Kementerian PPPA yang telah memiliki P2TP2A di semua provinsi, ada sekitar 273 di tiap kabupaten/kota, serta 3.000 satuan tugas perlindungan anak, agar lebih meningkatkan kualitas perlindungan anak dan perempuan. Lembaga tersebut, misalnya, perlu memiliki data pasti mengenai jumlah anak-anak dan perempuan korban kekerasan. Hal ini bisa ditempuah dengan menggandeng Badan Pusat Statistik. 

"Dengan demikian, hak-hak anak-anak untuk sekolah, bermain, berkreasi, dan lain-lain sebagaimana juga diatur dalam Konvensi PBB, dimana Presiden Jokowi turut menandatanganinya bisa terwujud, mengingat anak-anak adalah aset bangsa,"tutup Afwit.

Diketahui, ada lima kategori kasus kekerasan yang ditangani P2TPA2. Yaitu kekerasan fisik, psikis, seksual, eksploitasi, serta penelantaran. Pemicunya pun sangat beragam. Mulai dari faktor ekonomi, hingga faktor pendidikan kaum perempuan yang masih rendah.‎ Akibatnya mereka menjadi korban ekploitasi dan kekerasan seksual. Mereka juga kebingungan akan melapor, ketika mengalami kejadian tersebut.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI