Suap Reklamasi, KPK Tanya Heru soal Proses Raperda

Kamis, 07 April 2016 | 14:11 WIB
Suap Reklamasi, KPK Tanya Heru soal Proses Raperda
Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Heru Budi Hartono. (suara.com/Dwi Bowo Raharjo)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (7/4/2016) memeriksa Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), Heru Budi Hartono untuk menjadi saksi di kasus suap proyek reklamasi Teluk Jakarta. KPK mengajukan sejumlah pertanyaan.

KPK ingin mengetahui awal mula munculnya Rancangan Peraturan Daerah tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Jakarta Tahun 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara. Selain itu KPK juga ingin mengetahui awal mula izin diberikan.

"Pemeriksaan Pak Heru untuk mengetahui kronologi atau proses penerbitan Raperda, ingin didalami asal mulanya. Bagaimana prosesnya?" kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK, Proharsa Nugraha di Gedung KPK Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (7/4/2016).

Selain untuk mengetahui prosenya, Priharsa juga menjelaskan bahwa pemeriksaan terhadap Mantan Walikota Jakarta Utara tersebut untuk mengetahui segala dinamika yang terjadi dalam pemberian izin raperda tersebut. Dia juga mengatakan dalam dinamika tersebut termasuk juga peran pihak swasta.

"Nanti juga kita ingin mengetahui bagaimana dinamika yang terjadi dalam pemberiannya, termasuk juga peran pihak swastanya," kata Priharsa.

Sebelumnya Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sudah mengeluarkan izin lima pulau untuk melakukan reklamasi. Namun, diduga kelima izin tersebut dilakukan tanpa ada landasan yang kuat. Karena peraturannya masih belum selesai di bahas.

Di sisi lain, KPK berhasil menangkap Ketua Komisi D DKI Jakarta, Mohamad Sanusi, karyawan PT.APL (Tbk), Trinanda Prihantoro yang kemudian juga menetapkan Presiden Direktur PT APL (Tbk) Ariesman Widjaja sebagai tersangka.

Sanusi diduga menerima uang suap sebesar Rp2 miliar‎ dari PT.APL terkait dengan pembahasan dua Raperda tersebut oleh DPRD DKI. Disinyalir, pembahasan itu mandeg lantaran para perusahaan pengembang enggan membayar kewajiban 15 persen dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) atas setiap pembuatan pulau kepada pemerintah. Kewajiban itu yang menjadi salah satu poin dalam draf Raperda RTR Kawasan Pesisir Pantai Utara Jakarta.

Para perusahaan sendiri ngotot menginginkan hanya 5 persen dari NJOP yang dibayarkan ke pemerintah. Ditengarai terjadi tarik-menarik yang alot antara perusahaan dan pembuat undang-undang mengenai hal itu sebelum Raperda itu disahkan menjadi perda.

Adapun selaku penerima, Sanusi dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

‎Sedangkan Ariesman dan Trinanda selaku pemberi diduga melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) kesatu KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP‎.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI