Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi mengembangkan kasus dugaan suap kepada anggota DPRD DKI Jakarta dari PT. Agung Podomoro Land (Tbk) terkait pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Jakarta Tahun 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara.
Kalau sebelumnya KPK mendalami keterangan tiga tersangka: bekas Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra Sanusi, Presiden Direktur PT. Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja, dan staf PT. Agung Podomoro Land Trinanda Prihantoro, hari ini, Kamis (7/4/2016), penyidik mulai memeriksa saksi.
Saksi yang diperiksa ialah Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Heru Budi Hartono. Mantan wali kota Jakarta Utara itu diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Ariesman. Heru adalah bakal calon wakil gubernur yang akan mendampingi Basuki Tjahaja Purnama maju ke pilkada Jakarta tahun 2017 melalui jalur independen.
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka AWJ," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK Yuyuk Andriati Iskak di gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan.
Heru pernah menjabat wali kota Jakarta Utara sekitar satu tahun, dari Januari 2014-Januari 2015. Kemudian dia diangkat menjadi Kepala BPKAD.
Saat ini, Heru sudah tiba di gedung KPK. Heru mau memberikan keterangan kepada wartawan. Ketika baru tiba, dia langsung masuk ke gedung.
Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan KPK terhadap Sanusi yang merupakan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra pada Kamis (31/3/3016) malam. Dia diduga menerima suap senilai Rp2 miliar dari staf PT. Agung Podomoro Land Trinanda Prihantoro yang juga diciduk polisi tak lama kemudian.
Sehari setelah itu, Jumat (1/4/2016), Presiden Direktur PT. Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja menyerahkan diri ke KPK.
Ketiga orang itu kemudian ditetapkan menjadi tersangka terkait pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
Pembahasan raperda sempat mandeg. Diduga, karena pengembang enggan membayar kewajiban 15 persen dari Nilai Jual Objek Pajak atas setiap pembuatan pulau kepada pemerintah. Kewajiban itu merupakan salah satu poin dalam Raperda RTR Kawasan Pesisir Pantai Utara Jakarta.
Perusahaan disinyalir ngotot menginginkan hanya lima persen dari NJOP. Ditengarai terjadi tarik-menarik yang alot antara pengembang dan pembuat undang-undang mengenai hal itu sebelum raperda disahkan menjadi perda.
KPK masih mendalami kasus tersebut. Semua yang dinilai punya kaitan akan diperiksa.
Bos PT. Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan telah dicekal untuk bepergian ke luar negeri. Dua orang swasta lainnya juga telah dicekal.
Sanusi dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan Ariesman dan Trinanda sebagai tersangka pemberi suap dikenakan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) kesatu KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Kalau sebelumnya KPK mendalami keterangan tiga tersangka: bekas Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra Sanusi, Presiden Direktur PT. Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja, dan staf PT. Agung Podomoro Land Trinanda Prihantoro, hari ini, Kamis (7/4/2016), penyidik mulai memeriksa saksi.
Saksi yang diperiksa ialah Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah Heru Budi Hartono. Mantan wali kota Jakarta Utara itu diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Ariesman. Heru adalah bakal calon wakil gubernur yang akan mendampingi Basuki Tjahaja Purnama maju ke pilkada Jakarta tahun 2017 melalui jalur independen.
"Yang bersangkutan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka AWJ," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK Yuyuk Andriati Iskak di gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan.
Heru pernah menjabat wali kota Jakarta Utara sekitar satu tahun, dari Januari 2014-Januari 2015. Kemudian dia diangkat menjadi Kepala BPKAD.
Saat ini, Heru sudah tiba di gedung KPK. Heru mau memberikan keterangan kepada wartawan. Ketika baru tiba, dia langsung masuk ke gedung.
Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan KPK terhadap Sanusi yang merupakan Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra pada Kamis (31/3/3016) malam. Dia diduga menerima suap senilai Rp2 miliar dari staf PT. Agung Podomoro Land Trinanda Prihantoro yang juga diciduk polisi tak lama kemudian.
Sehari setelah itu, Jumat (1/4/2016), Presiden Direktur PT. Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja menyerahkan diri ke KPK.
Ketiga orang itu kemudian ditetapkan menjadi tersangka terkait pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
Pembahasan raperda sempat mandeg. Diduga, karena pengembang enggan membayar kewajiban 15 persen dari Nilai Jual Objek Pajak atas setiap pembuatan pulau kepada pemerintah. Kewajiban itu merupakan salah satu poin dalam Raperda RTR Kawasan Pesisir Pantai Utara Jakarta.
Perusahaan disinyalir ngotot menginginkan hanya lima persen dari NJOP. Ditengarai terjadi tarik-menarik yang alot antara pengembang dan pembuat undang-undang mengenai hal itu sebelum raperda disahkan menjadi perda.
KPK masih mendalami kasus tersebut. Semua yang dinilai punya kaitan akan diperiksa.
Bos PT. Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan telah dicekal untuk bepergian ke luar negeri. Dua orang swasta lainnya juga telah dicekal.
Sanusi dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan Ariesman dan Trinanda sebagai tersangka pemberi suap dikenakan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) kesatu KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.