Suara.com - Sekretaris Kabinet Pramono Anung merespons pemecatan Fahri Hamzah dari PKS yang berimbas pada pemberhentian dari jabatan wakil ketua DPR. Pemberhentian dari jabatan pimpinan parlemen merupakan kewenangan PKS, tapi sebagai anggota dewan harus ada ketetapan hukum.
"Supaya tidak salah dalam melihat perspektif hukumnya, hal yang berkaitan dengan pemberhentian anggota dan pimpinan DPR itu dua yang hal berbeda. Kita punya UU Nomor 17 tahun 2014 yang kemudian diamandemen jadi UU Nomor 47 Tahun 2014. Bahwa hal yang berkaitan dengan pimpinan dewan itu sepenuhnya menjadi kewenangan partai yang mengusulkan," kata Pramono di komplek Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Rabu (6/4/2016).
Dia menyontohkan kasus Setya Novanto yang mengundurkan diri dari jabatan ketua DPR dan kemudian digantikan Ade Komarudin. Walaupun kemudian disahkan melalui sidang paripurna, namun kewenangan sepenuhnya untuk menarik, mencabut, dan mengusulkan ada pada Partai Golkar.
"Tetapi hal yang berkaitan dengan keanggotaan dewan, kalau anggota tersebut melakukan gugatan memang dalam UU MD3 diatur bahwa ini harus inkrah, berkekuatan hukum tetap dulu," kata dia.
"Jadi harus dibedakan, karena Pak Fahri ini pimpinan Dewan, itu semua sudah diatur dalam pasal-pasal yang jelas. Tapi pergantian PAW (pergantian antar waktu) Pak Fahri sebagai anggota dewan melakukan gugatan maka ini proses. Selama proses gugatan masih berjalan, belum inkrah maka Pak Fahri tidak bisa di PAW. Kebetulan proses Kepres-nya naik di kami (Pemerintah)," Pramono menambahkan.
Istana Angkat Bicara Soal Pemberhentian Fahri dari Pimpinan DPR
Rabu, 06 April 2016 | 17:59 WIB
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
BERITA TERKAIT
Dukung Ide Prabowo, PKS Ungkit Kecurangan Pilkada: Politisasi Bansos hingga Cawe-cawe Aparat
19 Desember 2024 | 13:43 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI