Suara.com - Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tidak heran kalau banyak pihak yang mengaku memiliki kedekatan dengannya, termasuk staf Sunny Tanuwidjaja. Nama Sunny belakangan disebut-sebut oleh Krisna Murti. Krisna merupakan pengacara bekas Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra M. Sanusi.
"Silakan saja KPK usut (Sunny), ajudan saya bisa saja ngandalin saya juga kan? Tiap hari sama saya, saya nggak tahu. Yang penting bisa nggak dia mempengaruhi kebijakan saya? Nggak bisa," ujar Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu (6/4/2016).
Ahok menyadari sifat orang-orang di sekelilingnya, bisa saja terlihat baik, tetapi di belakang punya misi lain.
"Yang penting sekarang gini, dia bisa nggak mempengaruhi kebijakan saya itu dulu. Yang kedua dimana kebijakan saya yang menguntungkan pengembang? Saya tanya, coba buktiin," kata Ahok.
Setelah nama Sunny disebut-sebut Krisna, Ahok memanggilnya. Ahok memastikan bahwa Sunny bukan penghubung antara eksekutif, swasta, dan DPRD.
"Saya sudah panggil dia. Dia udah bilang, dia nggak lakuin apa-apa. Terus dia balik jawab, 'emangnya gila apa bisa ngatur lu. Lu kan keras kepala gitu.' Terus saya mau tanya, siapa yang bisa ngatur saya coba?" kata Ahok.
Sebelumnya, Krisna mengatakan ada keterlibatan orang dekat Ahok dalam kasus dugaan suap yang kemudian menjerat Sanusi.
"Betul ada keterlibatan. Kalau nggak salah ipar. Kental banget dengan Ahok. Dia yang atur perjalanan, istilahnya korlaplah antara eksekutif dengan pengusaha, dengan Dirut APL (Agung Podomoro Land) itu. Jadi penghubungnya ini si Sunny. Dia yang mengatur mereka berdua," katanya, Selasa (6/4/2016).
Krisna menuding Sunny ikut mengatur pertemuan pengusaha dengan Sanusi, sebelum akhirnya dibekuk KPK dalam operasi tangkap tangan.
"Setelah mateng, Sunny juga yang mengatur pertemuan dengan dewan. Jadi bang Uci (Sanusi) diajak-ajaklah," kata dia.
Kasus ini berawal dari operasi tangkap tangan KPK terhadap Sanusi pada Kamis (31/3/3016) malam. Dia diduga menerima suap senilai Rp2 miliar dari staf PT. Agung Podomoro Land Trinanda Prihantoro yang juga diciduk polisi tak lama kemudian.
Sehari setelah itu, Jumat (1/4/2016), Presiden Direktur PT. Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja menyerahkan diri ke KPK.
Ketiga orang itu kemudian ditetapkan menjadi tersangka terkait pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta Tahun 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta.
Pembahasan raperda sempat mandeg. Diduga, karena pengembang enggan membayar kewajiban 15 persen dari Nilai Jual Objek Pajak atas setiap pembuatan pulau kepada pemerintah. Kewajiban itu merupakan salah satu poin dalam Raperda RTR Kawasan Pesisir Pantai Utara Jakarta.
Para perusahaan disinyalir ngotot menginginkan hanya lima persen dari NJOP. Ditengarai terjadi tarik-menarik yang alot antara pengembang dan pembuat undang-undang mengenai hal itu sebelum raperda disahkan menjadi perda.
KPK masih mendalami kasus tersebut. Semua yang dinilai punya kaitan akan diperiksa.
Bos PT. Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan telah dicekal untuk bepergian ke luar negeri.
Sanusi dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan Ariesman dan Trinanda sebagai tersangka pemberi suap dikenakan Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 Ayat (1) kesatu KUHP jo Pasal 64 Ayat (1) KUHP.