Suara.com - Dalam operasi tangkap tangan, Kamis (31/3/2016) malam, KPK menangkap anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi Gerindra M. Sanusi dan karyawan PT. Agung Podomoro Land (Tbk), Trinanda Prihantoro, dalam kasus dugaan suap. Sanusi dan Trinanda kemudian ditetapkan menjadi tersangka. Sanusi jadi tersangka penerima suap. Keesokan harinya, Jumat (1/4/2016), Presiden Direktur PT. Agung Podomoro Ariesman Widjaja menyerahkan diri setelah ditetapkan menjadi tersangka penyuap.
Senator A. M. Fatwa menilai kasus tersebut bisa jadi ancaman jatuhnya citra partai yang dipimpin Prabowo Subianto yang selama ini berusaha menjaga diri sebagai partai antikorupsi.
"Semua pimpinan partai yang terlibat korupsi sangat berpengaruh pada nama baik partainya," kata Fatwa usai menghadiri acara diskusi di Hotel Gren Alia, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (3/4/2016).
Fatwa yang pernah menjadi ikon perlawanan terhadap rezim otoriter Orde Lama dan Orde Baru menyatakan sikap pesimistis. Korupsi bisa terjadi di semua lini partai. Bahkan, kata mantan wakil Ketua MPR, kader partainya sendiri -- PAN -- juga pernah ada yang terjerat kasus korupsi.
"Tapi mana ada partai sekarang yang tokohnya tidak kena korupsi, coba tunjukkan pada saya. Saya salah seorang pendiri partai, saya juga tak malu-malu mengatakan bahwa partai saya juga sudah ada orang-orangnya yang terjerumus (korupsi)," ujar dia.
Sanusi ditangkap dalam operasi tangkap tangan lantaran diduga menerima suap sebesar Rp2 miliar dari pengembang Agung Podomoro Land terkait pembahasan Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Jakarta 2015-2035 dan Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara.
Selain Sanusi dan Trinanda, ketika itu penyidik juga mengamankan GER dan BER -- yang berperan sebagai perantara.
Dalam operasi malam itu, KPK menyita barang bukti uang sebesar Rp1,1 miliar.
Sanusi merupakan salah satu kader Gerindra yang masuk daftar penjaringan bakal calon gubernur Jakarta.
Sebelum ditangkap KPK, Sanusi kerab mengkritik penyidik KPK yang menurutnya terlalu lamban menangani kasus pembelian lahan milik Rumah Sakit Sumber Waras di Jakarta Barat. Sasaran tembaknya adalah Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Dia menilai lambannya pengusutan kasus tersebut karena ada campur tangan Ahok.