Ribuan Kelompok Siap Buru Teroris Santoso Hidup atau Mati

Dythia Novianty Suara.Com
Minggu, 03 April 2016 | 09:08 WIB
Ribuan Kelompok Siap Buru Teroris Santoso Hidup atau Mati
Latpur PPRC di Poso (Antara)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ribuan aparat keamanan gabungan TNI/Polri hingga kini masih memburu Santoso alias Abu Wardah dan sebanyak 20-an anggota kelompoknya di Poso, Sulawesi Tengah.

Santoso terpojok. Kelompok Santoso terpecah. Santoso tidak kuat, cuma beruntung. Aparat sudah mengidentifikasi tempat-tempat kelompok Santoso.

Begitulah antara lain pernyataan sejumlah petinggi keamanan negeri ini. Namun, aparat gabungan TNI/Polri serta Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang menggelar Operasi Tinombala, belum berhasil menggulung terduga teroris paling dicari itu.
Presiden RI Jokowi telah menginstruksikan jajarannya untuk menghentikan Santoso dan kelompoknya. Sementara itu, korban di pihak TNI/Polri bertambah saat menjalankan tugas negara memburu kelompok Santoso. Sebaliknya, beredar video aktivitas Santoso dan sejumlah pengikutnya sedang membakar hewan buruan, bersenda gurau, bahkan berenang di sungai dalam suasana sukacita di lereng pegunungan di Poso.

Kapolda Sulawesi Tengah Brigjen Pol. Rudy Sufahriadi menegaskan bahwa Santoso dan kelompoknya sesungguhnya tidak kuat, cuma masih beruntung sehingga belum tertangkap sampai saat ini. "Kita jauh lebih kuat," katanya.

Mantan Direktur Pembinaan Kemampuan BNPT itu mengatakan bahwa Operasi Tinombala sedang berupaya maksimal untuk menangkap Santoso dan pengikutnya.

Kapolda Sulteng memimpin langsung penangkapan Santoso dan kelompoknya. Kapolres Poso periode 2005 sampai dengan 2007 itu pun bertekad dapat menangkap Santoso dan kelompoknya secepat-cepatnya.

Mengenai apakah Santoso akan ditangkap hidup atau mati, Rudy, lulusan Akademi Kepolisian RI dan berpengalaman di bidang reserse itu mengatakan, "Kalau bisa ditangkap hidup, kenapa harus mati?" Namun, kata dia, Santoso itu bersenjata dan memiliki prinsip bahwa mati di tangan polisi itu adalah syahid, jadi ini juga diperhitungkan.

Jumlah anggota jaringan teroris MIT atau Kelompok Santoso saat ini berkisar antara 25 dan 30 orang dan diperkirakan telah berkurang setelah dua orang dari kelompok itu tewas pada tanggal 22 Maret dalam kontak senjata dengan aparat keamanan di Rompo, Napu, Kecamatan Lore Tengah, Kabupaten Poso.

Selama Operasi Tinombala yang digelar sejak 9 Januari 2016, sudah delapan orang anggota Muhajidin Indonesia Timur itu yang tewas dan dua tertangkap hidup.

"Hambatan utama yang kami hadapi untuk segera meringkus Santoso dan pengikutnya adalah medan yang cukup berat," kata Kapolda Sulteng.

Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, bahwa kelompok Santoso di Poso makin tersudut oleh aparat gabungan TNI/Polri di wilayah yang lebih kecil. Luhut bahkan menggambarkan aparat telah berhasil menggiring mereka ke lokasi yang lebih kecil, kira-kira 5 x 5 km. Lokasi tersebut berada di satu daerah di dekat pegunungan dan aparat sudah mengidentifikasi tempat-tempat kelompok Santoso berada.

Pemerintah berharap Santoso mau turun gunung menyerahkan diri untuk menghindari hal-hal yang tidak perlu. Namun, Luhut menekankan aparat keamanan juga sudah mempersiapkan segala sesuatu, termasuk skenario terburuk yang akan terjadi.

Mengenai target Operasi Tinombala selama 6 bulan sejak Januari apakah berarti dalam periode itu Santoso beserta kelompoknya dapat digulung, Luhut tidak bisa menargetkan waktu untuk menangkap Santoso.

"Untuk melawan gerilya, negara mana pun di dunia ini tidak ada yang bisa menargetkan 1 bulan atau 2 bulan selesai," kata Luhut.

Operasi Tinombala merupakan kelanjutan dari Operasi Camar Maleo yang telah berjalan selama empat tahap dan berakhir pada 9 Januari lalu. Namun, Santoso belum kunjung tertangkap atau tertembak mati.

Kepala BNPT Komjen Pol. H.M. Tito Karnavian, yang dilantik 16 Maret lalu, memiliki program jangka pendek untuk menumpas Santoso dan kelompoknya. Tito memiliki pengalaman tugas di Poso sekitar satu setengah tahun di sana. Mantan Kapolda Metro Jaya itu mengaku tahu peta dan situasi serta kondisi di Poso. (Antara)

REKOMENDASI

TERKINI