Tugas Yusril, Dapatkan Dukungan Partai Dulu, Baru Lawan Ahok

Rabu, 30 Maret 2016 | 15:18 WIB
Tugas Yusril, Dapatkan Dukungan Partai Dulu, Baru Lawan Ahok
Ahmad Dhani mendapat kunjungan dari Yusril Ihza Mahendra di kediamannya di Jalan Pinang Mas III, Pondok Indah, Jakarta Selatan, Jumat (4/3/2016) [suara.com/Ismail]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News
Hasil survei terbaru yang dilakukan lembaga riset dan konsultan politik Charta Politika Indonesia menggambarkan Yusril Ihza Mahendra merupakan pesaing terberat Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) jelang pemilihan gubernur Jakarta periode 2017-2022.

Survei yang dirilis lembaga Charta Politika Indonesia, Rabu (30/3/2016), menunjukkan Yusril berada di posisi kedua yang dipilih warga Jakarta setelah Ahok.

Kendati demikian, menurut Direktur Eksekutif Charta Politika Indonesia, Yunarto Wijaya, perjuangan Yusril masih panjang. Selain persentase yang didapatkan Ahok dengan Yusril terpaut jauh, Yusril sampai sekarang belum punya kendaraan politik. Berbeda dengan Ahok yang sudah punya pasangan Heru Budi Hartono dan didukung relawan-relawan, antara lain Teman Ahok, plus dukungan Partai Nasdem dan Hanura.
 
"Untuk sementara Yusril harus berjuang dulu untuk mendapatkan tiket partai. Pertarungan Yusril masih seputar perebutan tiket partai, bukan melawan Ahok," kata Yunarto usai merilis hasil survei bertajuk Siapa Berani Lawan Ahok di kantor Charta Politik Indonesia, Jalan Cilanggiri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Yusril memang memiliki partai sendiri, Partai Bulan Bintang. Tapi, partai yang dipimpin Yusril tidak memiliki kursi di DPRD DKI Jakarta.

"Yusril masih menghadapi kendala yang sangat besar, melihat dia bukan dari partai politik yang sangat besar," kata Yunarto.
Terkait kemungkinan Yusril mendapat dukungan dari PDI Perjuangan, Yunarto ragu. Pasalnya, PDI Perjuangan sebagai partai yang paling banyak memiliki kursi di DPRD DKI Jakarta, 28 buah, tentu akan memprioritaskan kader internal.

"Dukungan PDIP terhadap Yusril sangat sulit terjadi, karena ideologi mereka berbeda. Selain itu, sangat tidak logis juga, PDI Perjuangan sebagai partai terbesar di Jakarta mendukung Ketua umum partai yang tidak masuk dalam Pemilu," kata Yunarto.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI