Diwawancarai Wartawati Muslim, Aung San Suu Kyi Marah

Liberty Jemadu Suara.Com
Senin, 28 Maret 2016 | 15:21 WIB
Diwawancarai Wartawati Muslim, Aung San Suu Kyi Marah
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Aung San Suu Kyi, penerima anugerah Nobel Perdamaian asal Myanmar, kehilangan kesabarannya ketika diwawancarai oleh Mishal Husain, seorang wartawati media Inggris, BBC.

"Mengapa tak seorang pun yang bilang, bahwa saya akan diwawancarai oleh seorang Muslim," kata perempuan berusia 70 tahun itu seperti yang tercantum dalam biografi terbarunya berjudul "The Lady And The Generals: Aung San Suu Kyi And Burma’s Struggle For Freedom" karya Peter Popham.

Peristiwa itu sendiri terjadi pada 2013, ketika Suu Kyi diwawancarai dalam program Today. Sepanjang wawancara itu sendiri, Suu Kyi berkali-kali ditanyai oleh Husain tentang pembantaian warga Muslim Rohingya di Myanmar. Ia menolak untuk mengecam aksi pembantaian tersebut dalam wawancara itu.

"Menurut saya ada banyak, banyak umat Budha yang juga meninggalkan Myanmar karena banyak alasan. Ini adalah akibat dari penderitaan kami di bawah regim diktator," ujar dia dalam wawancara itu.

Suu Kyi yang terkenal karena ketabahannya memperjuangkan demokrasi di bawah tekanan rezim junta militer selama puluhan tahun dan menjalani tahanan rumah selama sekitar 15 tahun, memang dikenal tidak pernah mengeluarkan pernyataan untuk mendukung kelompok minoritas Rohingya di Myanmar.

Mengapa?

Ia pernah menyayangkan kekerasan terhadap komunitas Muslim di Negara Bagian Arakan, tetapi tetap menolak mendukung organisasi Human Rights Watch yang mengecam umat Budha setempat sebagai pelaku kekerasan.

Tetapi dalam artikelnya di The Independent, Popham mengatakan bahwa sepenggal fakta dari 2013 itu tak bisa dengan mudah diambil untuk menyimpulkan bahwa Suu Kyi adalah seseorang yang berpikiran dangkal dan fanatik.

"Kekasih pertamanya, yang dipacari dengan serius ketika masih berkuliah di Oxford, Inggris adalah seorang Pakistan," tulis Popham.

Selama 20 tahun di Inggris, jelas Popham, Suu Kyi juga tak pernah terlibat atau mengeluarkan pendapat anti-Islam.

"Dan salah satu tokoh kunci yang mendorongnya untuk terlibat dalam pergerakan demokrasi di Myanmar adalah Maung Thaw Ka, seorang jurnalis Muslim di Myanmar yang belakangan tewas di dalam penjara," jelas Popham.

Jadi dengan latar belakang yang liberal dan toleran, mengapa Suu Kyi begitu marah ketika Husain menekannya dengan keras dalam wawancara tersebut?

Popham mengatakan ada kemungkinan karena Suu Kyi sendiri dan teman seperjuangannya, Dr Tin Mar Aung, berasal dari Arakan dan juga beragama Budha.

"Tetapi ada juga penjelasan yang lebih sederhana," tulis Popham yang telah menulis dua biografi Suu Kyi itu. Menurutnya keengganan Suu Kyi membela minoritas Muslim Rohingya adalah semata karena alasan politik.

Ia mengatakan selama 28 tahun berjuang, Suu Kyi sangat populer di antara warga Myanmar yang 90 persen beragama Budha. Tetapi rezim militer selalu berusaha merusak nama Suu Kyi dengan mengatakan bahwa dia bukan orang Myanmar tulen, karena bersuamikan warga Inggris dan hidup di Barat selama puluhan tahun.

"Dengan menudingnya sebagai orang asing, mereka berusaha memojokkan dia bersama kelompok minoritas Muslim yang juga dinilia sebagai asing oleh warga Budha Myanmar, dan tak layak tinggal di negeri itu," jelas Popham.

"Menurut dugaan saya, Suu Kyi enggan membela komunitas Rohingya karena takut pembelaannya akan digunakan oleh militer untuk memojokkannya - dan jika mayoritas warga Myanmar mempercayai propaganda itu maka posisisnya akan semakin tergerus dan peluangnya menuju kekuasaan akan semakin tipis," jelas Popham.

Pada November 2015 lalu partai Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi telah memenangkan pemilihan umum dan pada awal bulan ini, rekannya Htin Kyaw menjadi presiden sipil pertama di negeri itu. Setelah berada di kekuasaan, Popham berharap Suu Kyi bisa dengan leluasa mengeluarkan pendapatnya soal Rohingya.

"Mungkin kini dia sudah bisa lebih santai dan mengatakan pada kita semua, apa pendapatnya (tentang minoritas Rohingya)," tulis Popham.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI