Suara.com - Romo Hendra mengatakan Gereja Katolik dalam arti tertentu mewarisi juga unsur budaya semitik, seperti Yahudi dan Islam.
"Nabi-nabi kita banyak yang sama. Dalam tradisi semitik itu laki-laki yang dominan. Seperti di Yudaisme dan Islam, imam, yaitu pemimpin upacara keagamaan, selalu laki-laki. Tetapi Gereja Katolik sedang dalam gerak berubah tanpa henti, menangkap dan memahami dengan lebih jernih dan jelas unsur-unsur keagamaan. Maka gereja saat ini, terutama di bawah pimpinan Paus Fransiskus, semakin menyadari universalitas hidup yang bersumber dari kasih Allah yang sama," kata Romo Hendra kepada Suara.com, Sabtu (26/3/2016).
Romo Hendra menambahkan kata “kasih” dipakai bersama oleh semua agama. Agama Yahudi, Kristen, dan Islam, memakai kata yang sama, yaitu "rahim." Kerahiman, ditegaskan Paus Fransiskus, adalah hukum dasar yang ada dalam hati setiap manusia.
Kata tersebut, Romo Hendra menjelaskan mengungkap tindakan Allah yang luar biasa, yaitu tindakan kasih tanpa syarat dan tanpa batas, yang membuat semua yang percaya pada Allah, menjadi kumpulan ‘Umat Allah.’ Kesadaran akan “kerahiman” seperti ituah yang menghadirkan damai dan persahabatan dalam hati dan hidup semua orang. Dalam kata "rahim" yang berisi pengertian "perlindungan dan pertumuhan kehidupan dalam kebaikan dan pengampunan" itulah umat manusia disatukan oleh Allah.
"Paus mau memperlihatkan bahwa dalam kesadarang “kasih universal” itulah batas-batas diskriminatif dalam praktik kehidupan beragama dan ibadat gereja, juga harus ditinjau ulang dan disempurnakan. Maka jelas, apa yang dahulu, berdasarkan tradisi semitik dan dalam tradisi Katolik tidak mungkin, sekarang dalam Gereja Katolik semakin dipandang dan dihayati sebagai yang justru bisa dilakukan dalam terang kerahiman itu, perbedaan gender dalam gereja semakin ditinggalkan, walaupun tidak semua bisa dihilangkan begitu saja,” katanya.
Dan lebih dari itu, kata Romo Hendra, Paus Fransiskus ingin memperluas lingkaran kasih dengan mengajak semua manusia, siapapun dan apapun agamanya, untuk masuk ke dalam keluasan kerahiman Allah dan menyerap kerahiman ilahi itu, membangkitkan kembali kesadaran akan kerahiman yang merupakan hukum dasar setiap hati, lalu memancarkan itu dalam kata dan tindakan nyata secara universal dan dengan demikian membuat hidup ini dipenuhi damai dan sukacita.
Romo Hendra mengatakan dengan mengikutsertakan migran Muslim dan Hindu, baik wanita dan lelaki dalam upacara pembasuhan kaki Kamis Putih, Paus memperlihatkan kerahiman yang melewati batas-batas tradisi, budaya, suku bangsa dan agama.
Paus menyapa dan mengundang semua orang yang mengaku diri sebagai umat Allah, untuk mengakarkan diri pada “kerahiman” dan hidup bersama dalam persahabatan, persatuan, dan damai di bumi ini, dengan tetap menghargai keunikan ajaran masing-masing agama atau kepercayaan, demikian dikatakan Romo Hendra.