Suara.com - Paus Fransiskus membasuh serta mengecup kaki migran Muslim, Kristen, dan Hindu pada malam Kamis Putih. Dan Paus mengungkapkan bahwa kita semua adalah bersaudara.
Ketika itu, sebagian migran tak kuasa menahan air mata. Paus berlutut di depan mereka, menuang air suci, mengelap lalu, mengecup kakinya.
Prosesi yang dilakukan Paus tersebut merupakan rangkaian dari perayaan Paskah.
Tali persaudaraan yang ditunjukkan Paus Fransiskus telah menarik perhatian masyarakat seluruh dunia, bahkan lintas agama. Apalagi hal itu dilakukan di tengah meningkatnya sentimen antimuslim pascaserangan serangan teoris di Brussel, Belgia, yang memakan puluhan korban jiwa.
Rohaniawan Katolik, J. A. Hendra Sutedja S. J. lebih jauh mengurai apa yang dilakukan Paus.
“Pembasuhan kaki yang dilakukan Paus Fransiskus adalah peragaan kembali gerak Yesus mencuci kaki para muridNya sebagaimana dicatat di dalam Injil. Tetapi di dalam kisah Injil itu (Yoh 13: 1-17), tidak disebut bahwa Yesus mengecup kaki murid-muridNya. Injil mencatat bahwa pada malam sebelum wafatNya, Yesus makan bersama para rasulNya, dan pada saat makan bersama, Yesus tiba-tiba berdiri, menanggalkan jubahNya dan mengikatkan sehelai kain pada pinggangNya, mengambil peran hamba, walaupun Dia adalah Sang Guru. Yesus Kristus berlutut di kaki para muridNya dan mencuci kaki mereka satu per satu. Tindakan Yesus itu adalah ajaran kasih yang Dia bawakan dalam gerak, bukan hanya dengan kata-kata. Dia menunjukkan sebagai murid dan orang diutus Allah, harus menempatkan diri sebagai hamba dalam melayani sesama (kebalikan dari sikap angkuh orang yang penuh kuasa),” kata Romo Hendra kepada Suara.com, Jumat (25/3/2016).
Paus Fransiskus menambahkan pada tindakan Yesus dengan kecupan pada kaki yang dicucinya. Dengan itu Paus Fransiskus menunjukkan bahwa melayani sesama dengan kasih harus memuat gerak merendahkan diri dan menghargai orang yang dilayani, demikian dikatakan Romo Hendra.
"Kalau Paus Fransikus mencuci dan kemudian mencium kaki para pengungsi muslim itu, Paus ingin menunjukkan bahwa para pengikut Yesus harus mau mencintai dengan melayani mereka yang menderita dengan kasih dan penghargaan mendalam. Saya rasa para pengikut Yesus Kristus sudah menunjukkan sikap Gurunya dalam gerak nyata keseharian. Mereka siap berbagi derita, menyediakan sarana kehidupan dan membuka pintu perbatasan mereka untuk membantu para pengungsi,” katanya.
Tindakan Paus, kata Romo Hendra, ingin menegaskan kembali bahwa gereja, tetapi bukan hanya gereja, melainkan semua orang yang punya cinta hendaknya mengamalkan kasih yang tulus; menghargai semua orang, terutama mereka yang menderita -- para pengungsi.
"Itu arti yang termuat dari gerak simbolik mencuci kaki (gerak seorang hamba), dan dengan penuh kasih serta kerendahan hati mau melayani semua orang yang menderita (dengan mencium kaki), siapapun mereka tanpa memandang suku bangsa dan agama," tutur Romo Hendra.