Suara.com - Atas performa pelayanan bus Damri Bandara Soekarno-Hatta yang buruk, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi mendesak Kementerian Perhubungan dan managemen Angkasa Pura 2 melakukan perubahan.
"Evaluasi besaran tarif Damri. Managemen Damri tidak bisa senaknya menetapkan tarif tanpa ukuran dan standar yang jelas," kata Tulus, Jumat (25/3/2016).
Kemudian, Kemenhub dan Angkasa Pura 2 juga harus menetapkan Standar Pelayanan Minimal, baik di perjalanan, kabin bus, pengemudi, dan lainnya.
Selanjutnya, harus dibuka persaingan yang fair untuk akses ke Bandara Soekarno-Hatta agar pelayanan Damri tidak seenaknya karena monopolistik.
"Buat hot line service dan penanganan pengaduan konsumen yang online, terutama via media sosial. Juga perbaiki rekruitmen pengemudi bus Damri," kata Tulus.
Buruknya pelayanan bus Damri, katanya, berdampak langsung terhadap citra pelayanan Bandara Soekarno-Hatta.
"Apalah artinya upaya Direksi Angkasa Pura membuat jargon smile airport dengan berbagai inovasi pelayanan, tapi saat konsumen meninggalkan bandara konsumen menjadi galau dan manyun oleh akibat pelayanan bus Damri yang buruk?" katanya.
Akibat keberadaannya yang monopolistik itu, Tulus Abadi menilai managemen Damri tidak mempunyai standar pelayanan yang jelas.
"Yang bisa dilakukan managemen Damri hanya menaikkan tarif secara reguler. Bahkan ketika harga BBM turun, tarif bus Damri ke bandara tidak turun. Ini jelas tidak fair jika disandingkan dengan pelayanan yang diberikan pada konsumennya," kata Tulus.
YLKI menerima banyak pengaduan terkait layanan Damri, antara lain jadwal kedatangan dan keberangkatan yang tidak jelas, sistem ticketing yang masih manual, patut diduga ada permainan, dan sopir Damri masih bermental sopir angkot, bus berangkat menunggu penumpang penuh.