Suara.com - Fraksi PDIP menyatakan Menteri Perhubungan Ignatius Jonan terlalu terburu-buru menyebutkan UU 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) tidak bisa direvisi. Wacana revisi UU tersebut muncul sebagai jalan keluar adanya polemik transportasi konvensional dan online.
Anggota Komisi V Fraksi PDIP Sadar Restuwati mengatakan, sebuah UU haruslah mengikuti perkembangan jaman. UU LLAJ dibuat pada 2009, di mana transportasi online belum ada. Seharusnya, UU tersebut segera direvisi untuk mengakomodir transportasi online yang marak beberapa tahun belakangan ini.
"Pernyataan Pak Jonan terlalu prematur. Karena kita harus melihat perkembangan jaman dan teknologi. Bila dirasa UU tersebut sudah tidak bisa mengikuti perkembangan jaman, tidak bisa diimplementasikan dengan baik, maka kemungkinan untuk direvisi sangat terbuka," kata Sadar dalam konfrensi pers di Kantor Fraksi PDIP, DPR, Jakarta, Rabu (23/3/2016).
Di tempat yang sama, Anggota Komisi I Fraksi PDIP Marinus Gea mengatakan, PDIP mendorong segera dibuat regulasi yang adil untuk transportasi konvensional dan transportasi online. Sehingga, kedua belah pihak bisa diakomodir dengan baik.
"Kita dorong pemerintah buat regulasi yang adil, baik transport konvensional ataupun online. Kita nggak bisa bayangkan kemajuan teknologi ke depan," tuturnya.
Anggota Komisi VII Fraksi PDIP Nazaruddin Kiemas menambahkan, aksi demo besar-besaran kemarin hingga berujung ricuh, membuktikan UU LLAJ sudah tertinggal. Jika Jonan tidak merevisi UU tersebut, Jonan dianggap memiliki pola pikir yang tertinggal dan anti kemajuan teknologi.
"Cara berpikir ini yang aneh," katanya.
Karenanya, Angota Komisi VII Fraksi PDIP Adian Napitupulu meminta supaya Presiden Joko Widodo (Jokowi) menanggapi polemik transportasi ini secara serius. Bila perlu, Menteri Jonan dievaluasi.
"Kan Presiden bilang jangan buat gaduh. Tapi ini beda, atau mungkin Pak Jonan gennya berbeda, ini harus dievaluasi. Karena masih banyak putera bangsa yang bisa menggantikan dia," tuturnya.