Suara.com - Maraknya layanan transportsi umum yang berbasis online, telah membuat para pengemudi taksi konvensional kesulitan untuk mendapatkan penumpang. Kondisi ini mau tak mau akan membuat pendapatannya mengalami penurunan mencapai 50 persen per harinya.
Seperti yang dirasakan oleh Hasyim yang mengaku sudah menjadi pengemudi taksi selama 18 tahun, baru kali ini mengalami kesulitan mencari orderan dan penurunan pendapatan paling parah.
“Selama saya menjadi supir taksi 18 tahun, ini kejadian terberat buat saya mbak. Saya kesulitan untuk mengejar setoran. Terus saya juga sedih, nggak ada lagi lambaian tangan dari penumpang yang mau naik taksi saya. Semua sudah sibuk dengan handphone mereka,” kata Hasyim saat berbincang dengan suara.com di depan kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika, Jakarta Pusat, Selasa (22/3/2016).
Bahkan, Hasyim mengaku tidak berani pulang ke rumah jika waktu jam kerjanya sudah habis. Lantaran, uang yang dibawanya selalu tidak mampu mencukupi kebutuhan keluarganya untuk sehari-hari.
“Sebelum ada Uber dan Grabcar, kami itu bisa membawa uang Rp500 ribu per hari itu sampai malam. Kalau sekarang boro-boro mbak, paling cuma Rp100 sampai Rp200 ribu per hari. Mana cukup buat anak sama istri saya. Anak saya ada tiga mereka kan butuh ongkos untuk ke sekolah,” katanya.
Atas dasar itulah Hasyim bergabung bersama pengemudi taksi lainnya yang hari ini menggelar unjukrasa di beberapa wilayah di Jakarta agar pemerintah segera memblokir aplikasi Grabcar dan Uber.
“Mereka itu illegal mba. Kalau mereka legal sekarang kami tanya, mereka bayar pajak nggak, tiap enam bulan sekali urus KIR nggak? Mereka punya bengkel nggak? Mereka di tes dulu nggak kelayakannya sebagai supir. Kami harus melalui itu semua sebelum jadi supir taksi. Ini kan nggak adil, makanya kita meminta kepada pemerinta beri kejelasan transportasi online ini,” ungkapnya.