Para sopir dari berbagai jenis transportasi umum demonstrasi di depan kantor Balai kota DKI Jakarta, Selasa (22/3/2016).
Mereka mogok beroperasi dan demo untuk menuntut pembekuan aplikasi kendaraan online berpelat hitam, seperti Uber dan Grab Car. Mereka menilai Uber dan Grab Car melanggar Undang-Undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, salah satu poin yang mereka soroti ialah penggunaan mobil berpelat hitam sebagai kendaraan umum. Selain itu, mereka juga menolak peremajaan.
Konsentrasi massa di depan gedung Balai Kota berdampak pada kemacetan arus lalu lintas di sepanjang Jalan Merdeka Selatan.
Para sopir yang mayoritas memakai seragam kaos biru berorasi. Mereka juga membawa spanduk bertuliskan antara lain: stop penangkapan dan pengandangan, berantas ilegal transportasi dan merevisi Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2014.
"Kami ingin transportasi perpanjang trayek, KIR dan izin usaha dan stop transportasi online," ujar Suhanda, salah satu sopir Koperasi Wahana Kalpika kepada Suara.com.
Sejauh ini, demonstrasi berlangsung kondusif. Sejumlah polisi berjaga-jaga di sekitar mereka.
Demonstrasi tak hanya dilakukan di depan Balai Kota, saat ini sekitar seribu sopir taksi dari berbagai perusahaan demo di depan gedung DPR/MPR, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan. Rencananya, mereka juga akan demo ke Istana Merdeka dan kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Dalam aksi di Jalan Gatot Subroto beberapa saat lalu, diwarnai aksi anarkis. Sebagian sopir taksi sweeping rekan-rekan mereka yang tetap beroperasi. Tetapi aksi sweeping tak berlangsung setelah polisi turun tangan.
Permasalahan aplikasi kendaraan online berpelat hitam, seperti Uber dan Grab Car, saat ini sedang dibahas pemerintah. Pemerintah tidak akan membekukan mereka karena mereka mulai mengurus legalitas.