Suara.com - Banyak kalangan membaca kunjungan Presiden Joko Widodo ke proyek pembangunan Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional di Bukit Hambalang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, baru-baru ini, sebagai peristiwa politik balasan atas kritik-kritik mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono selama Tour De Java.
Proyek Hambalang senilai Rp1,2 triliun mangkrak di zaman pemerintahan SBY karena diwarnai korupsi besar-besaran.
Sejumlah politisi Partai Demokrat menjawab berbagai opini yang muncul sebagai efek kunjungan Jokowi ke Hambalang, terutama mengenai munculnya ide membangun monumen korupsi Hambalang.
Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat Ahmad Mubarok mengatakan ide membangun monumen korupsi Hambalang berlebihan.
"Padahal, korupsi di Hambalang itu sangat kecil (nilainya), sementara korupsi BLBI (zaman Megawati Soekarnoputri) jauh lebih besar," kata Mubarok kepada Suara.com, Senin (21/3/2016).
Menurut Mubarok kalau korupsi Hambalang sampai dibuatkan monumen, maka kasus BLBI juga harus dibangunkan monumen di Istana.
"Ini bukan usulan, tetapi logikanya, kalau ada ide membangun monumen korupsi Hambalang, berarti pasang juga monumen BLBI di Istana. Biar jadi pelajaran bagi semua Presiden," kata Mubarok.
Tetapi, menurut Mubarok ide membangun monumen Hambalang bukanlah pikiran yang konstruktif dan kurang teliti.
Mubarok mengingatkan bahwa orang-orang yang terlibat dalam penyimpangan anggaran proyek Hambalang sudah dihukum.
"Justru, korupsi kecil pelaku dihukum. BLBI yang besar, koruptornya masih leha-leha," kata dia.